Berita

Sistem Negara Gagal: Luhut Andalkan Data, Rakyat Alami Kenyataan
Berita Terbaru

Sistem Negara Gagal: Luhut Andalkan Data, Rakyat Alami Kenyataan

Pernyataan pemerintah yang kerap menekankan keberhasilan berbasis data kembali menuai kritik publik. Saat pejabat menyampaikan grafik, angka pertumbuhan, dan klaim stabilitas, banyak warga justru masih bergulat dengan harga kebutuhan pokok yang naik, ruang hidup yang menyempit, serta akses layanan dasar yang timpang. Jurang antara data resmi dan kenyataan sosial kian terasa. Hal ini menunjukkan kegagalan negara untuk mensejahterakan rakyat.

Situasi ini memperlihatkan masalah mendasar dalam cara negara membaca kondisi rakyat: terlalu percaya pada angka, terlalu sedikit mendengar pengalaman hidup warga.

Narasi Data Versus Realitas Lapangan

Dalam berbagai kesempatan, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kerap menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah telah berbasis big data dan analisis objektif. Namun di lapangan, masyarakat di wilayah tambang, kawasan industri, hingga daerah terdampak proyek strategis nasional masih menghadapi penggusuran, kerusakan lingkungan, dan menurunnya kualitas hidup.

Ketika keluhan warga disanggah dengan data makro, negara terlihat lebih sibuk membela angka ketimbang menyelesaikan persoalan nyata.

Data Menjadi Tameng Kekuasaan

Penggunaan data yang tidak disertai keterbukaan metodologi dan verifikasi lapangan berpotensi menjadikan teknologi sebagai tameng kekuasaan. Data dipakai untuk menutup kritik, bukan untuk memperbaiki kebijakan.

Dalam kondisi ini, rakyat tidak lagi diposisikan sebagai subjek pembangunan, melainkan sebagai objek statistik yang bisa diabaikan jika tidak sesuai narasi resmi.

Ketika pengalaman hidup rakyat terus-menerus dibantah oleh klaim data pemerintah, yang tumbuh adalah krisis kepercayaan. Rakyat merasa tidak didengar, sementara negara terlihat jauh dan defensif.

Kebijakan yang lahir dari pembacaan data tanpa empati akhirnya kehilangan legitimasi sosial.

Tanggapan Rinto Setiyawan: Negara Tidak Hidup di Tabel Excel

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara tidak boleh terjebak dalam logika teknokratis yang mengabaikan realitas rakyat.

“Tugas negara itu tiga dan tidak bisa ditawar: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketiganya tidak bisa dijalankan hanya dengan data jika kenyataan hidup rakyat diabaikan,” tegas Rinto.

Menurutnya, data seharusnya membantu negara memahami penderitaan rakyat, bukan menafikannya.

Rinto menambahkan, pemimpin negara harus berani keluar dari ruang rapat dan dashboard digital untuk melihat langsung dampak kebijakan. Tanpa itu, kebijakan hanya akan terlihat baik di laporan, tetapi buruk di kehidupan nyata.

Negara yang kuat adalah negara yang berani dikoreksi oleh kenyataan.

Solusi dan Rekomendasi

Untuk menjembatani jurang antara data dan realitas, Partai X mendorong:

  • Audit kebijakan berbasis dampak nyata di lapangan, bukan hanya indikator makro
  • Keterbukaan data dan metodologi pengambilan keputusan publik
  • Pelibatan warga terdampak dalam evaluasi kebijakan strategis
  • Penghentian penggunaan data sebagai alat pembungkam kritik
  • Penguatan fungsi negara sebagai pelindung dan pelayan rakyat, bukan pembela narasi

Partai X menegaskan, data penting, tetapi kenyataan rakyat jauh lebih penting. Negara tidak boleh kalah oleh grafik ketika rakyat sedang kalah oleh keadaan.