Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati disusun untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi terpidana mati.
“Prinsip HAM ini berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” ujar Eddy dalam uji publik RUU tersebut.
Eddy menjelaskan, RUU itu akan menggantikan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati. Pemerintah menilai pembaruan diperlukan agar pelaksanaan hukuman mati sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan peradaban modern.
Kebaruan RUU: Hak dan Syarat Pelaksanaan yang Lebih Manusiawi
Dalam RUU tersebut, pemerintah mengatur hak-hak baru bagi narapidana mati, antara lain hak atas hunian layak, komunikasi dengan keluarga, serta kebebasan dari alat pengekangan berlebihan.
RUU juga mengatur syarat pelaksanaan pidana mati yang lebih ketat, terpidana harus melewati masa percobaan, menolak diperbaiki, serta telah mengajukan dan ditolak grasinya.
Selain itu, pemerintah membuka opsi metode eksekusi lain, seperti injeksi dan kursi listrik, menggantikan tembak mati. “Secara ilmiah, kami pertimbangkan cara paling cepat dan minim penderitaan,” ujar Eddy.
Partai X: HAM Tak Boleh Hanya Jadi Paragraf dalam Undang-Undang
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa perlindungan HAM tidak boleh berhenti di atas kertas.
“Negara punya tiga tugas utama melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. RUU ini baru memenuhi satu mengatur,” tegas Rinto.
Ia menilai, semangat perlindungan HAM harus diterjemahkan dalam praktik hukum yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi kekuasaan.
“Jangan sampai RUU ini hanya jadi simbol moral, tapi pelaksanaan di lapangan tetap keras dan tak manusiawi,” ujarnya.
Menurut Rinto, negara harus memastikan proses hukum tidak diskriminatif dan menghormati hak terdakwa sejak penyidikan hingga pelaksanaan pidana.
“HAM itu bukan hak orang yang benar saja, tapi hak setiap manusia, bahkan yang bersalah sekalipun,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Keadilan, Kemanusiaan, dan Keseimbangan Hukum
Berdasarkan Prinsip Partai X setiap kebijakan hukum harus berpijak pada nilai keadilan substantif dan penghormatan terhadap martabat manusia. Partai X menilai, pelaksanaan pidana mati harus disertai akuntabilitas penuh, termasuk pengawasan publik dan audit hukum independen.
“Kalau negara ingin menegakkan keadilan, maka harus memastikan tidak ada satu nyawa pun dikorbankan akibat kesalahan sistem,” ujar Rinto.
Solusi Partai X: Reformasi Menyeluruh Penegakan Hukum
Partai X menawarkan empat langkah konkrit agar RUU ini tidak hanya menjadi teks moral, tetapi jaminan nyata perlindungan HAM:
Partai X menegaskan bahwa keadilan sejati tidak bisa ditegakkan dengan mengabaikan kemanusiaan.