Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa dana Rp200 triliun milik negara yang ditempatkan di bank-bank Himbara belum terserap sepenuhnya. Dari total tersebut, baru sekitar Rp112,4 triliun yang tersalurkan dalam bentuk kredit baru.
Purbaya menegaskan, bila dana itu tidak dimanfaatkan secara maksimal, maka pemerintah akan memindahkannya ke bank lain, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). Kebijakan ini dimaksudkan agar uang negara benar-benar menggerakkan ekonomi, bukan sekadar parkir di kas perbankan.
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, dana publik yang tidak bergerak sama saja seperti darah yang membeku di tubuh bangsa. Ia tidak menghidupkan ekonomi rakyat, melainkan menumpuk di pembuluh kekuasaan.
“Negara ini bukan kas korporasi. Uang rakyat harus bekerja untuk rakyat, bukan hanya mempercantik neraca keuangan,” ujar Prayogi.
Partai X menilai, kebijakan fiskal harus mengalir langsung ke sektor produktif rakyat, seperti UMKM, pertanian, perikanan, dan perumahan. Bukan sekadar menambah likuiditas bank besar yang sudah kaya.
Dalam prinsip Partai X disebutkan bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan oleh seluruh rakyat untuk membuat kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan serta kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, kebijakan keuangan sering kali lebih berpihak pada lembaga keuangan besar ketimbang rakyat.
“Kalau pemerintah mengatur tapi tidak melayani, itu bukan pengelolaan negara itu penguasaan ekonomi,” tegas Prayogi.
Merujuk pada “10 Poin Penyembuhan Bangsa” dalam prinsip Partai X, solusi yang diusulkan meliputi:
Partai X menegaskan, setiap rupiah uang negara adalah amanah rakyat. Pemerintah tidak boleh memperlakukan dana publik sebagai miliknya sendiri, apalagi memonopoli pengelolaannya tanpa transparansi.