Berita

Lelang Digital Sri Mulyani: Solusi atau Gimmick?
Berita Terbaru

Lelang Digital Sri Mulyani: Solusi atau Gimmick?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati resmi memberlakukan aturan lelang terbaru yang dirancang untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Peraturan ini diharapkan mampu memaksimalkan penerimaan negara dengan proses lelang yang lebih akuntabel dan berbasis digital.

Tentunya, tujuan utama memaksimalkan penerimaan negara sekaligus memperkuat tata kelola keuangan publik. Namun, meski ini dianggap sebagai langkah positif dalam memperkuat tatakelola negara, pelaksanaan terkait aturan lelang terbaru ini juga perlu dilakukan secara tepat.

Hal inilah yang disoroti anggota majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan. aturan terbaru berbasis digitalisasi ini harus memastikan bahwa hasil lelang digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar memenuhi kepentingan segelintir elit.

 “Kebijakan ini sejalan dengan prinsip kami untuk menyejahterakan masyarakat melalui pengelolaan kewenangan yang transparan dan efisien. Namun, tanpa pengawasan yang optimal, potensi penyimpangan tetap ada,” ujar Rinto.

Dijelaskan Rinto, salah satu tantangan utama dalam tata kelola lelang di Indonesia adalah meminimalkan celah manipulasi dan memastikan hasil lelang benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat. Sehingga, transparansi dalam lelang itu penting, tidak hanya memitigasi potensi korupsi, tetapi juga memastikan distribusi manfaat hasil lelang kepada seluruh rakyat Indonesia

“Selama ini, masih ada kasus-kasus di mana proses lelang berujung pada keuntungan segelintir pihak saja, bukan masyarakat luas. Sistem digital yang diterapkan dalam kebijakan ini memang langkah maju, tetapi harus ada jaminan integritas dan audit berkala untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.

Rinto juga mengaitkan aturan ini dengan tantangan mendasar dalam tata kelola negara. Ia menilai, banyak kebijakan yang ideal di atas kertas namun tidak selalu memberikan dampak nyata di lapangan. “Aturan ini bagus, tetapi efisiensi bagi rakyat baru bisa dirasakan jika ada langkah konkret dalam memastikan hasil lelang diarahkan ke sektor-sektor yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat, seperti infrastruktur desa, pendidikan, dan kesehatan,” katanya.

Menurutnya, Indonesia membutuhkan penguatan mekanisme checks and balances agar kebijakan seperti ini tidak hanya menjadi formalitas. “Prinsip keadilan sosial yang termaktub dalam Pancasila harus diwujudkan. Hasil lelang harus diarahkan pada program-program yang merata di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah terpencil yang seringkali terabaikan,” imbuhnya.

Rinto mengingatkan, efisiensi tidak sekadar berbicara tentang proses yang cepat, tetapi juga tentang bagaimana hasilnya dirasakan oleh masyarakat. Kebijakan baru ini patut dijadikan refleksi bersama bahwa tata kelola negara yang baik memerlukan pemisahan yang jelas antara kepentingan publik dan pribadi.

“Efisiensi baru berarti sesuatu jika masyarakat benar-benar melihat dampaknya. Kalau digitalisasi hanya mempercepat proses administrasi tapi manfaatnya tidak dirasakan rakyat, maka itu hanya sekadar gimmick,” jelasnya.

Lebih jauh, Rinto menekanakan kepada pemerintah agar tidak hanya berhenti pada penerbitan aturan, tetapi juga melakukan evaluasi secara berkala Dengan aturan baru ini, publik tentu menunggu apakah sistem lelang yang lebih modern ini benar-benar akan membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan rakyat atau hanya menjadi tambahan regulasi tanpa dampak nyata.

“Kebijakan ini harus menjadi salah satu langkah menuju perubahan besar dalam tata kelola negara yang pro-rakyat. Tanpa pengawasan dan evaluasi yang transparan, efisiensi hanya akan menjadi jargon tanpa substansi,” tandasnya.