Berita

Struktur Ketatanegaraan dalam Analogi Skincare
Berita Terbaru

Struktur Ketatanegaraan dalam Analogi Skincare

Indonesia yang sehat ibarat wajah yang terawat dengan baik. Wajah yang bersih dan bercahaya tidak muncul karena satu produk ajaib, tapi karena rangkaian perawatan skincare yang teratur dan saling melengkapi.

Kondisi Ideal Negara Indonesia Seperti Skincare yang Aman

Indonesia tidak akan sehat hanya karena satu lembaga bekerja dengan baik atau satu pemimpin terpilih, tapi karena seluruh komponennya, mulai dari rakyat, lembaga, hingga hukum berfungsi sesuai perannya dan bekerja selaras.

  • Pendidikan politik adalah facial cleanser yang membersihkan pikiran rakyat dari hoaks dan suap agar jernih menilai kebijakan.
  • MPR ibarat toner yang menyeimbangkan arah negara agar tetap stabil.
  • DPR berperan seperti exfoliating serum yang mengangkat masalah rakyat dan memperbarui sistem.
  • Presiden adalah active serum yang memberi energi dan memperbaiki kinerja bangsa.
  • Hukum dan lembaga negara seperti acne spot treatment, menindak masalah secara tepat dan tidak berlebihan.
  • Pajak berfungsi layaknya hydrating toner, memberi manfaat merata bagi seluruh rakyat.
  • DJP dan Kemenkeu ibarat moisturizer yang menjaga agar sumber daya negara tersalurkan merata dan ekonomi tetap kuat.
  • TNI–Polri adalah sunscreen yang melindungi rakyat dari ancaman luar dan dalam tanpa menimbulkan rasa takut.
  • Utang luar negeri seharusnya seperti sheet mask yang dipakai sesekali untuk kebutuhan penting, bukan setiap hari.

Dan akhirnya, rakyat adalah kulit wajah itu sendiri. Jika semua perawatan berjalan baik, maka rakyat akan sehat, sejahtera, dan bersinar dari dalam. Indonesia ideal bukan wajah yang ditutup riasan, melainkan yang dirawat dengan sistem yang bersih dan jujur.

Kondisi Negara Indonesia Saat Ini Seperti Skincare Abal-Abal

Jika Indonesia ideal diibaratkan wajah yang sehat, maka wajah bangsa kita kini justru rusak karena salah perawatan. Kulit bangsa meradang, iritasi, dan kusam akibat praktik yang keliru dan kebijakan yang tidak efektif.

  • Pendidikan politik yang seharusnya menjadi facial cleanser tak pernah benar-benar dijalankan. Wajah bangsa dibiarkan kotor oleh hoaks, apatisme, dan politik uang, menimbulkan peradangan sosial dan rendahnya kesadaran antikorupsi.
  • MPR sebagai toner kehilangan fungsi penyeimbang. Sidang-sidangnya sering hanya seremonial, tidak membawa dampak nyata bagi rakyat.
  • DPR yang mestinya jadi exfoliating serum malah menambah iritasi. Banyak undang-undang dibuat tanpa aspirasi publik, seperti UU KPK dan UU Cipta Kerja, yang justru menimbulkan penolakan luas.
  • Presiden ibarat active serum yang digunakan di atas kulit kotor. Program besar seperti IKN berjalan megah, namun manfaatnya tak menyentuh rakyat kecil yang kesulitan hidup.
  • Hukum dan lembaga pengawasan sebagai acne spot treatment sering tidak presisi. Kasus besar seperti korupsi BTS Kominfo menunjukkan lemahnya penegakan hukum yang membuat rakyat makin frustrasi.
  • Pajak yang seharusnya menjadi hydrating essence justru terasa membebani. Tarif naik, tapi pelayanan publik tetap minim seperti air bersih, pendidikan, dan kesehatan masih jauh dari merata.
  • DJP dan Kemenkeu, ibarat moisturizer, justru menahan nutrisi hanya di lapisan atas. Subsidi lebih banyak dinikmati kelompok mampu, sementara rakyat kecil tetap kekurangan.
  • TNI–Polri sebagai sunscreen sering kali menimbulkan luka baru. Perlindungan berubah menjadi tekanan, seperti dalam kasus bentrok warga dan aparat di Rempang.
  • Utang luar negeri, yang seharusnya seperti sheet mask darurat, kini dipakai terus-menerus hingga menumpuk di atas Rp 8.000 triliun. Efeknya makin kecil, tapi biayanya makin berat.

Dan akhirnya, rakyat, ibarat kulit wajah itu sendiri, menanggung seluruh akibat: harga kebutuhan melonjak, pengangguran tinggi, dan kesenjangan makin lebar. Indonesia hari ini bukan wajah bercahaya, melainkan wajah lelah yang iritasi karena salah urus dan sistem yang tak pernah dibersihkan.

Solusi Perbaikan Negara Jika Dianalogikan Skincare yang Abal-Abal

Wajah negara sedang meradang dan penuh breakout. Selama ini, wajah bangsa tidak pernah dibersihkan dengan benar. 

Pori-porinya tersumbat oleh apatisme, korupsi, dan pragmatisme. Solusinya bukan menambah serum baru, tapi mulai dengan facial cleanser yaitu pendidikan politik yang membersihkan kotoran sistemik. 

Setelah itu, MPR menyeimbangkan kulit, DPR mengangkat sel mati kebijakan, presiden memberi nutrisi tepat sasaran, hukum menargetkan jerawat korupsi, pajak menutrisi ekonomi, dan TNI–Polri melindungi tanpa menekan. 

Jika perawatan dilakukan menyeluruh dan teratur, wajah Indonesia akan kembali sehat dan bercahaya dari dalam, bukan sekadar tertutup makeup berupa gossip pejabat.

Apakah Ganti Presiden Sudah Cukup?

Mengganti Presiden saja tidak cukup untuk memperbaiki wajah negara. Presiden hanyalah serum aktif atau produk mahal yang hanya bekerja jika langkah sebelumnya benar. Tanpa facial cleanser berupa pendidikan politik yang membersihkan kotoran sistemik, serum Presiden tak akan terserap, bahkan bisa memperparah kondisi. Toner dari MPR, exfoliating serum dari DPR, moisturizer dari Kemenkeu, hingga sunscreen dari TNI–Polri pun harus diformulasikan dengan tepat. 

Jika urutannya salah atau produknya abal-abal, wajah rakyat tetap berjerawat dan iritasi. Perubahan sejati hanya bisa terjadi bila perawatan dilakukan menyeluruh dan berurutan, dari pembersihan hingga perlindungan bukan sekadar mengganti serum di atas kulit yang masih kotor.

Apakah Cukup Menunggu Pemilu?

Banyak orang mengira menunggu pemilu lima tahunan akan otomatis memperbaiki wajah negara. Padahal, itu seperti berharap kulit berjerawat membaik hanya karena ganti serum, tanpa membersihkan wajah atau memperbaiki skincare dasarnya. Selama facial cleanser atau pendidikan politik, toner alias MPR, dan perawatan dasar diabaikan, jerawat lama tak akan hilang dan iritasi baru akan muncul.

Menunggu pemilu tanpa tindakan sistemik hanya membuat masalah menumpuk di mana korupsi, ketimpangan, dan lemahnya hukum tetap berlangsung. Perubahan sejati butuh perawatan rutin yaitu pendidikan politik, reformasi lembaga, dan pengawasan berkelanjutan. 

Singkatnya, wajah negara tak akan sembuh hanya dengan ganti serum lima tahun sekali, tapi dengan rangkaian perawatan yang benar dan konsisten.