Berita

Catatan Hukum: Batasan Kuasa Hukum ASN dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Pribadi
Berita Terbaru

Catatan Hukum: Batasan Kuasa Hukum ASN dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Pribadi

Disusun oleh :
Dharmawan,SE,SH,MH,BKP,CCL Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)

beritax.id - Dalam ranah hukum Indonesia, pemahaman yang tepat tentang subjek hukum dan kewenangan kuasa hukum sangat krusial. Seringkali muncul pertanyaan, apakah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang digugat secara pribadi atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dapat meminta bantuan hukum dari lembaga internal kementerian tempatnya bekerja? Analisis hukum ini akan mengupas tuntas isu tersebut dengan merujuk pada undang-undang yang relevan, doktrin hukum, dan prinsip-prinsip etika profesi, untuk memberikan landasan yang kuat dan dapat dipublikasikan.

1. Memahami Pembedaan Subjek Hukum: Personal vs. Institusi

Secara yuridis, terdapat pemisahan tegas antara individu sebagai subjek hukum dan institusi (badan hukum) sebagai entitas hukum. Pembedaan ini merupakan fondasi utama dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum dan siapa yang berhak diwakili.

  • Gugatan Personal (Pribadi): Gugatan ini ditujukan kepada individu sebagai subjek hukum yang mandiri. Tanggung jawab hukumnya melekat pada pribadi tersebut, bukan pada jabatannya sebagai ASN atau instansinya. Dalam konteks PMH, tanggung jawab ini timbul dari tindakan atau kelalaian pribadi yang melanggar hukum.
  • Gugatan Institusional (Korporat): Gugatan ini ditujukan kepada kementerian atau instansi sebagai entitas hukum. Dalam kasus ini, tanggung jawab hukum melekat pada lembaga tersebut, dan lembaga yang akan diwakili oleh kuasa hukumnya.
    Referensi Buku Hukum:

Konsep pemisahan ini dijelaskan secara mendalam dalam buku "Hukum Administrasi Negara" oleh Prof. Dr. SF. Marbun, S.H. dan Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, S.H. (RajaGrafindo Persada, 2014). Buku ini menguraikan bagaimana negara dan aparaturnya memiliki entitas hukum yang terpisah dari individu-individu yang bekerja di dalamnya.

2. Batas Kewenangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kementerian Keuangan

Secara umum, LBH yang berada di lingkungan kementerian memiliki tugas dan fungsi yang jelas: untuk melindungi kepentingan hukum kementerian sebagai institusi negara. Tugas ini tidak mencakup pembelaan terhadap pegawai secara pribadi.

Prinsip yang berlaku adalah LBH kementerian tidak bisa bertindak sebagai kuasa hukum bagi seorang ASN yang digugat secara pribadi (personal) atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) jika gugatan tersebut tidak berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugasnya sebagai representasi dari kementerian.
Dasar Analisis:

  • Prinsip Konflik Kepentingan: Mengacu pada Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), seorang advokat tidak boleh menangani dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang berlawanan. Jika LBH kementerian membela seorang ASN yang digugat pribadi, bisa muncul konflik kepentingan, apalagi jika perbuatan ASN tersebut berpotensi merugikan atau mencemarkan nama baik kementerian.
  • Doktrin Ultra Vires (Di Luar Kewenangan): Konsep ini menyatakan bahwa suatu lembaga atau pejabat hanya boleh bertindak dalam batas-batas kewenangan yang telah diberikan oleh peraturan. Kewenangan LBH kementerian terbatas pada persoalan hukum yang menyangkut kepentingan institusi, bukan masalah pribadi ASN.

3. Kapan LBH Kementerian Boleh Memberikan Bantuan Hukum?

LBH Kementerian Keuangan dapat memberikan bantuan hukum kepada ASN dalam situasi tertentu, yaitu ketika gugatan tersebut secara langsung terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi resmi ASN yang mewakili kementerian.

Contohnya, jika gugatan PMH muncul akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh ASN dalam kapasitasnya sebagai pejabat yang sah, dan gugatan tersebut secara substansial menyasar kementerian melalui pribadinya. Dalam kasus ini, pembelaan terhadap ASN adalah bagian dari pembelaan terhadap kementerian sebagai institusi.
Referensi Buku Hukum:

Mengenai pertanggungjawaban hukum dan perbuatan melawan hukum, dapat dirujuk pada buku "Hukum Perdata" oleh Prof. Subekti, S.H. (Intermasa, 2005). Buku ini menjelaskan secara gamblang Pasal 1365 KUHPerdata yang secara tegas melekatkan tanggung jawab pada orang yang melakukan perbuatan tersebut, bukan institusi tempatnya bekerja, kecuali perbuatan itu merupakan bagian dari tugas institusi.

Kesimpulan dan Rekomendasi Hukum

Berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang ASN yang digugat secara personal atas PMH tidak dapat meminta bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di lingkungan Kementerian Keuangan. LBH kementerian memiliki fungsi untuk membela kepentingan hukum institusi, bukan kepentingan pribadi ASN.
Oleh karena itu, ASN yang menghadapi gugatan pribadi diwajibkan untuk mencari dan menunjuk kuasa hukum secara mandiri dari kantor advokat swasta. Biaya dan prosesnya akan menjadi tanggung jawab pribadi ASN yang bersangkutan. Analisis ini menegaskan bahwa meskipun seorang individu bekerja di institusi pemerintah, pertanggungjawaban hukum pribadinya tetap terpisah dari pertanggungjawaban hukum institusi tempatnya bernaung.

Daftar Referensi Hukum

  • Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
  • Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
  • Indonesia. Kode Etik Advokat Indonesia.
  • Marbun, S.F., & Mahfud MD, H. (2014). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
  • Subekti. (2005). Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.