Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menanggapi kebijakannya soal pembatasan maksimal tiga kartu keluarga (KK) dalam satu alamat. Menurutnya, aturan ini diperlukan agar bantuan pemerintah benar-benar tepat sasaran dan hanya diberikan kepada warga yang benar-benar tinggal di Surabaya.
Eri menjelaskan, kebijakan itu juga untuk mencegah penumpukan bantuan yang tidak tepat sasaran. Ia mencontohkan kasus ketika anak menikah tetap tercatat dalam KK orang tua, sehingga berpotensi menggandakan penerima bantuan.
Namun, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menilai aturan ini tidak relevan diterapkan di perkampungan padat. Sebab, fakta lapangan menunjukkan banyak rumah petak dihuni lebih dari satu KK, dengan luasan yang jauh di bawah standar yang diatur.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyoroti kebijakan ini sebagai cerminan beban yang masih ditanggung rakyat. Ia mengingatkan, tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurut Rinto, pembatasan administratif justru membuat rakyat semakin terhimpit. Di satu sisi, mereka hidup di pemukiman padat. Di sisi lain, mereka masih harus berbagi hak atas bantuan karena aturan kaku.
Rinto menegaskan, rakyat seharusnya mendapat perlindungan dan kepastian, bukan justru dikorbankan demi pembatasan anggaran. Negara tidak boleh hanya mengatur dengan surat edaran, tetapi harus mendengar suara rakyat.
Partai X menegaskan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, sementara pemerintah hanyalah pelayan rakyat. Sejahtera berarti kebutuhan dasar rakyat, termasuk perumahan layak, pendidikan, kesehatan, sandang, dan pangan harus terpenuhi. Bagi Partai X, aturan yang membatasi bantuan tidak boleh membuat rakyat yang paling lemah semakin tersisih.
Agar kebijakan bantuan benar-benar berpihak kepada rakyat, Partai X menawarkan solusi berikut:
Dengan langkah ini, Partai X menegaskan bahwa rakyat Surabaya berhak hidup layak tanpa harus berbagi hak dasar karena aturan sempit.
Kebijakan pembatasan tiga KK dalam satu alamat dimaksudkan untuk menertibkan distribusi bantuan. Namun, Partai X mengingatkan bahwa rakyat justru semakin terbebani dengan aturan ini. Negara seharusnya melindungi dan melayani rakyat, bukan memaksa mereka berbagi hak dasar demi penghematan anggaran.