beritax.id – Komite I DPD RI kembali berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menuntaskan berbagai persoalan ASN PPPK. Wakil Ketua Komite I DPD RI, Muhdi, menegaskan komitmen penyelesaian pengangkatan satu juta formasi ASN PPPK paling lambat Oktober 2025.
Muhdi juga menyampaikan, hingga Juli 2025, masih banyak persoalan dari daerah yang belum selesai, termasuk relokasi, pengangkatan paruh waktu, hingga pencantuman gelar. Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa mutasi ASN PPPK adalah kewenangan kepala daerah, sesuai regulasi ASN dan Pemerintahan Daerah.
Partai X: Pemerintah Harus Hadir, Bukan Sekadar Melempar Tanggung Jawab
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai lambannya penuntasan nasib ASN PPPK menunjukkan lemahnya komitmen negara. Ia mengingatkan bahwa tugas negara tidak sekadar mencatat dan melaporkan, tetapi melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur dengan penuh tanggung jawab.
Jika negara membiarkan birokrasi menyandera nasib guru dan tenaga PPPK, maka negara gagal menjadikan ASN sebagai pilar pelayanan publik yang profesional dan berkeadilan. Terlebih, masalah redistribusi guru, pengangkatan, hingga pencantuman gelar seharusnya tidak memerlukan proses berbelit yang merugikan pegawai.
ASN bukan robot birokrasi. Mereka adalah warga negara yang memilih mengabdi dalam sistem. Jika negara gagal memperjuangkan hak-hak dasar ASN, maka wibawa dan keadilan sistem akan runtuh.
Bagi Partai X, ASN adalah wajah negara di lapangan. Maka negara harus menjamin hak mereka atas transparansi mutasi, kepastian status, dan pengakuan kompetensi. Negara tidak boleh menjadikan sistem digital seperti e-Mutasi sebagai tameng untuk menghindari tanggung jawab moral.
Solusi Partai X: Reforma ASN PPPK Harus Berbasis Keadilan dan Kepastian
Pertama, Partai X mendorong integrasi data ASN berbasis kepastian status, pemerataan distribusi, dan jaminan karier berbasis merit. Setiap pengangkatan, relokasi, dan pencantuman gelar harus berbasis transparansi dan objektivitas, bukan pertimbangan politis atau diskriminatif.
Kedua, pemerintah harus membentuk Tim Independen Penanganan PPPK bermasalah di daerah-daerah, khususnya bagi guru dan tenaga pendidikan. Mekanisme ini harus melibatkan pengawas, LSM, dan organisasi profesi, bukan sekadar pejabat pembina kepegawaian.
Ketiga, semua sistem manajemen ASN harus ramah pegawai, bukan justru menyulitkan. Digitalisasi seperti My ASN dan e-Mutasi hanya efektif bila ditopang dengan pelatihan, pengawasan, dan ruang advokasi bagi ASN.
Partai X menolak negara yang hanya menyusun angka dalam laporan tetapi abai terhadap wajah-wajah ASN di pelosok. Ratusan ribu guru menunggu kejelasan, tapi justru diseret dalam sistem yang birokratis dan tak empatik.
Negara harus menjadikan penyelesaian masalah ASN PPPK sebagai ujian keadilan. Kalau negara abai, siapa lagi yang akan hadir melindungi para pelayan publik ini?.