beritax.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Yasonna Laoly, mengingatkan pemerintah soal sensitivitas dalam proyek penulisan ulang sejarah. Ia menyoroti terutama peristiwa 1965 yang menurutnya kini memiliki banyak temuan baru.
Yasonna menyatakan bahwa pasca Orde Baru, mulai terungkap berbagai data internasional, terutama dari Amerika Serikat. Data tersebut kerap kali bertentangan dengan versi sejarah G30S/PKI yang selama ini diajarkan di Indonesia.
Yasonna mengakui bahwa sejarah seringkali dibentuk berdasarkan narasi penguasa. Karena itu, ia meminta penulisan ulang sejarah dilakukan melalui forum-forum ilmiah terbuka. Menurutnya, FGD harus melibatkan sejarawan lintas pandangan, bukan hanya satu sisi.
Menanggapi pernyataan Yasonna, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyayangkan keterlambatan pengakuan ini. Ia mempertanyakan kenapa fakta yang sudah lama diketahui baru disinggung setelah kekuasaan berpindah.
“Kalau tahu sejarah menyimpang, kenapa dibiarkan selama puluhan tahun?” tegas Prayogi. Menurutnya, diamnya negara atas kebohongan sejarah adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan generasi.
Prayogi menekankan kembali bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, termasuk dari distorsi sejarah. Ia menyebut bahwa manipulasi sejarah bukan hanya pengkhianatan intelektual, tetapi juga kekerasan simbolik terhadap rakyat.
Partai X melihat bahwa narasi sejarah palsu telah digunakan selama puluhan tahun untuk membungkam kelompok tertentu dan menutup akses keadilan.
Partai X meyakini bahwa sejarah bukan milik penguasa, melainkan milik rakyat. Pemerintah harus menjadi pelayan dalam menegakkan kebenaran sejarah. Sejarah yang sehat adalah fondasi negara yang adil.
Negara adalah kendaraan rakyat. Pemerintah adalah sopir. Jika sopir membawa rakyat pada kebohongan sejarah, maka kedaulatan harus dikembalikan ke tangan rakyat.
Partai X menawarkan solusi konkret untuk meluruskan sejarah bangsa secara adil dan transparan:
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X menanamkan keberanian untuk menulis ulang sejarah berdasarkan kejujuran, bukan pesanan penguasa. Kebenaran tidak bisa dibungkam oleh jabatan. Generasi negarawan harus lahir dari keadilan sejarah, bukan dari propaganda penguasa.
“Negarawan tidak takut pada masa lalu, karena ia percaya masa depan dibangun dengan kejujuran,” ujar Prayogi.
Partai X menegaskan bahwa s