beritax.id – Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Prof. Ani Widyani Soetjipto, menilai pengesahan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) dapat membuktikan kualitas demokrasi Indonesia. Dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR RI, ia menyebut UU ini akan menunjukkan komitmen nyata terhadap perlindungan kelompok rentan.
Menurut Prof. Ani, selama ini demokrasi Indonesia kerap dikritik karena mengalami kemunduran. Dengan adanya UU PPRT, pemerintah dapat membuktikan komitmennya dalam menegakkan hak asasi manusia secara setara bagi semua lapisan masyarakat.
Prof. Ani menambahkan bahwa pengesahan UU PPRT akan membuka jalan bagi Indonesia untuk meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189. Filipina menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang telah lebih dulu meratifikasi konvensi tersebut karena telah memiliki UU perlindungan PRT.
Menanggapi pernyataan Prof. Ani, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai bahwa pengesahan UU PPRT seharusnya sudah selesai bertahun-tahun lalu. Menurutnya, fakta bahwa UU ini terus tertunda adalah bukti kemunduran perlindungan rakyat kecil.
“Kalau ini ukuran demokrasi, kenapa sampai hari ini belum disahkan juga?” ujar Rinto. Ia menyebut bahwa negara tampak selalu berkomitmen dalam pidato, tapi lemah dalam implementasi perlindungan nyata.
Rinto menegaskan bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, termasuk mereka yang bekerja di ranah domestik. PRT adalah bagian dari pekerja informal yang selama ini tidak punya perlindungan hukum memadai.
Ia menyayangkan DPR dan pemerintah yang terlalu lama menunda pengesahan. Menurutnya, tidak ada alasan logis bagi negara menunda hak konstitusional jutaan pekerja rumah tangga.
Partai X menegaskan bahwa negara adalah pelayan rakyat. Pemerintah hanya alat. Bila pelayan terus menunda melindungi rakyat, maka kedaulatan rakyat telah dikhianati.
Negara bukan sekadar membuat undang-undang. Negara wajib memperjuangkan dan mengimplementasikan undang-undang yang melindungi yang paling lemah di masyarakat.
Partai X menawarkan langkah-langkah konkret untuk mempercepat perlindungan pekerja rumah tangga:
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendidik kader agar berani memperjuangkan perlindungan rakyat. Perlindungan hukum bagi PRT bukan soal teknis legislatif, melainkan moralitas kenegaraan.
“Negarawan bukan yang banyak bicara HAM, tapi yang berani jamin PRT pulang kerja dengan selamat dan dibayar layak,” kata Rinto.
Partai X menegaskan bahwa demokrasi tidak bisa hanya diklaim dari podium. Demokrasi diukur dari keberanian melindungi yang paling lemah. Jika UU PPRT baru disahkan setelah puluhan tahun, maka yang gagal bukan hanya sistem, tapi hati nurani kita sebagai bangsa.