Wacana pemerintah untuk memberikan konsesi tambang kepada perguruan tinggi terus menuai perdebatan publik. Pemerintah beralasan, langkah ini akan meningkatkan kemandirian finansial kampus sekaligus menyediakan pengalaman praktis bagi mahasiswa.
Wacana tersebt muncul dalam aturan di Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang disetujui oleh Baleg DPR menjadi usul inisiatif DPR RI yang pembahasannya dikebut dalam waktu. Pembahasan revisi aturan ini bahkan dikebut dalam satu malam pada Senin (20/1/2025) sejak pukul 11.00 hingga 23.14 WIB.
Menggapi hal tersebut, anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan memandang kebijakan ini berpotensi menyimpang dari tujuan keadilan sosial yang diamanatkan Pancasila. Pihaknya merqasa khawatir bila nantinya muncul potensi penyalahgunaan wewenang dan dampak lingkungan yang mungkin timbul dari pengelolaan tambang oleh institusi pendidikan.
“Kami memahami pentingnya inovasi dalam mengelola sumber daya negara, tetapi menyerahkan konsesi tambang kepada kampus bisa menimbulkan risiko besar. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola kekayaan alam untuk kesejahteraan seluruh rakyat,” ujarnya.
Menurut Rinto, kebijakan ini harus dilihat dari dua sisi, yakni kapabilitas kampus dalam mengelola konsesi tambang dan implikasi moralnya terhadap peran pendidikan tinggi. “Perguruan tinggi adalah pusat pengembangan ilmu dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jangan sampai fungsi akademisnya terganggu karena beban ekonomi,” tegasnya.
Rinto juga menyoroti prinsip transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan tambang yang selama ini menjadi tantangan besar di Indonesia. Dalam hal ini, pihaknya mempertanyakan kelayakan teknis kampus dalam menjalankan peran sebagai pengelola tambang.
“Jika kampus dibiarkan mengelola tambang tanpa persiapan matang, hal ini bisa membuka celah korupsi dan kerusakan lingkungan yang justru merugikan rakyat. Apakah institusi pendidikan memiliki kapasitas manajemen dan pengawasan yang memadai untuk menghindari praktik korupsi dan kerusakan lingkungan?” tanyanya.
Mencermati wacana ini, Partai X mengingatkan pemerintah untuk tidak menjadikan perguruan tinggi sebagai kendaraan ekonomi yang dapat mengancam netralitasnya sebagai lembaga pendidikan.
Alih-alih menjadikan sebagai pengelola tambang, menurut Rinto, pemerintah bisa menggandeng kampus untuk berperan dalam riset dan pengembangan tambang yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pendekatan ini dianggap lebih selaras dengan prinsip kerakyatan dan keadilan sosial.
“Kampus seharusnya menjadi mitra strategis BUMN untuk penelitian dan pengembangan, bukan pelaku langsung dalam bisnis tambang. Dengan cara ini, pemerintah dapat memastikan sumber daya alam dikelola secara profesional sekaligus memberikan manfaat pendidikan bagi mahasiswa,” katanya.
Lebih jauh, Rinto menyebut, wacana ini berisiko menimbulkan ketimpangan sosial jika tidak direncanakan dengan matang. “Jika implementasinya tidak tepat, kebijakan ini hanya akan memperbesar kesenjangan dan merusak lingkungan. Apa yang seharusnya menjadi solusi malah menjadi beban baru bagi masyarakat,” pungkasnya.