Berita

Sri Mulyani Salah Besar Memahami Empat Sifat Nabi Muhammad SAW
Berita Terbaru

Sri Mulyani Salah Besar Memahami Empat Sifat Nabi Muhammad SAW

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam forum Ekonomi Syariah pada 13 Agustus 2025 adalah bukti nyata betapa ia memahami konsep empat sifat Nabi Muhammad SAW secara keliru. Ia mengatakan lebih senang dua sifat saja, tabligh dan fathanah, ketimbang menghayati sepenuhnya siddiq dan amanah.

Pernyataan ini bukan sekadar kesalahan teologis, tapi juga menyingkap cara pandang yang berbahaya dalam mengelola negara. Karena dalam Islam, empat sifat itu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipilih sesuka hati.

Siddiq dan Amanah: Fondasi yang Hilang

Dalam pandangan Cak Nun, siddiq adalah tenanan, kesungguhan total dalam niat, sikap, dan perjuangan. Dari siddiq lahir amanah, yaitu kepercayaan yang dibangun dari kesungguhan itu. Tanpa siddiq dan amanah, pengelolaan keuangan negara akan cacat sejak akar.

Sayangnya, dua sifat inilah yang justru hilang dari kebijakan Sri Mulyani. Lihat saja sistem perpajakan kita: ruwet, menakutkan, dan penuh jebakan aturan, lebih dari 6.000 regulasi, sebagian besar tumpang-tindih. Ini bukan sistem yang transparan seperti zakat dalam Islam, yang jelas, sederhana, dan adil.

Lebih parah lagi, aparat pajak di bawah Kementerian Keuangan sering melanggar aturan yang mereka buat sendiri. Di pengadilan pajak maupun pengadilan negeri, tim DJP dan Kemenkeu berkali-kali tak mampu membuat surat kuasa yang benar. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, ini bukti hilangnya amanah.

Tabligh dan Fathanah: Jadi Senjata Kekuasaan Fiskal

Tabligh tanpa amanah hanyalah propaganda. Fathanah tanpa siddiq hanyalah kecerdikan untuk mengelabui rakyat. Sri Mulyani memang pintar bicara soal transparansi dan cerdas memaparkan data, tapi apa gunanya jika kebijakan yang lahir justru memukul rakyat?

Faktanya, di bawah kepemimpinannya, pajak daerah melonjak hingga ratusan persen, transfer ke daerah dipangkas setengah, dan sistem pajak makin represif. Bupati Pati saja sampai menantang rakyat yang protes kenaikan pajak, hasil dari kebijakan fiskal pusat yang membebani daerah tanpa solusi.

Bahaya Memahami Sifat Nabi secara Parsial

Mengaku senang pada tabligh dan fathanah sambil mengabaikan siddiq dan amanah adalah kesalahan fatal. Itu sama saja membangun bangunan di atas pasir: mungkin terlihat kokoh dari luar, tapi akan runtuh pada guncangan pertama.

Pengelolaan negara membutuhkan kejujuran total (siddiq) dan kepercayaan yang terjaga (amanah) sebagai pondasi. Tanpa itu, transparansi (tabligh) dan kecerdasan (fathanah) hanya akan menjadi alat legitimasi untuk kebijakan yang merugikan rakyat.

Penutup

Jika Sri Mulyani ingin benar-benar memimpin keuangan negara dengan nilai Islam, ia harus mengembalikan siddiq dan amanah ke tempatnya sebagai fondasi. Tanpa itu, yang terjadi hanyalah kebijakan yang membungkus kezaliman dengan bahasa manis, dan rakyat akan terus menjadi korban dari “kecerdasan” yang salah arah.