beritax.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pihaknya menghadapi pekerjaan rumah (PR) berat pada 2026. Di satu sisi, penerimaan pajak harus ditingkatkan hingga Rp2.357,7 triliun. Di sisi lain, iklim investasi harus dijaga agar pertumbuhan ekonomi tetap terakselerasi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,4 persen sebagai pijakan menuju target Presiden Prabowo sebesar 8 persen.
Sri Mulyani menyebut pajak dan investasi akan dijaga secara hati-hati. Rasio pajak tahun depan dipatok 10,47 persen terhadap PDB. Namun, target ambisius ini menimbulkan pertanyaan: apakah rakyat kecil akan semakin terbebani?
Kritik Partai X: PR Sejahterakan Rakyat Lebih Penting
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali tugas utama negara. “Negara itu punya tiga tuga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau pajak naik tapi rakyat makin susah, itu artinya negara gagal dalam tugasnya,” tegas Rinto.
Menurut Partai X, arah kebijakan fiskal kerap lebih berpihak pada stabilitas angka, bukan kesejahteraan nyata. Pertumbuhan PDB bisa dikejar, tetapi daya beli masyarakat terus tertekan. Seharusnya PR utama pemerintah bukan sekadar menaikkan rasio pajak, melainkan memastikan rakyat mampu memenuhi sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Partai X menekankan, rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pemerintah hanyalah pelayan rakyat, bukan pejabat yang berkuasa. Kebijakan ekonomi harus transparan, efektif, dan efisien untuk kesejahteraan, bukan sekadar mengejar angka dalam APBN.
Dalam analogi Partai X, negara ibarat bus. Rakyat adalah pemilik bus, sementara pemerintah hanyalah sopir. Arah tujuan ditentukan rakyat, bukan semata-mata sopir. Maka, menaikkan pajak tanpa memastikan manfaat langsung bagi rakyat sama dengan sopir yang ugal-ugalan membawa bus.
Solusi Partai X: Keadilan Fiskal dan Ekonomi Rakyat
Partai X menawarkan beberapa solusi konkret:
Sri Mulyani menyebut pajak dan investasi sebagai PR besar 2026. Namun, Partai X menegaskan PR terbesar negara adalah menyejahterakan rakyat. Tanpa itu, pertumbuhan ekonomi hanya akan stabil di atas kertas, sementara rakyat tetap tertekan di bawah.