Berita

Reformasi Ketatanegaraan Mendesak! Cak Nun: Negara "Nggateli", Dikuasai Para Sengkuni
Berita Terbaru

Reformasi Ketatanegaraan Mendesak! Cak Nun: Negara "Nggateli", Dikuasai Para Sengkuni

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Tanggal 7 Juli 2022, saat peresmian Rumah Maiyah Al Manhal di Malang, Jawa Timur, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menyampaikan sebuah seruan penuh kejujuran dan kepedihan. Dengan linangan air mata, beliau berkata, "Jadi mohon maaf teman-teman sekalian, aku nangis-nangis, karena ngrates atiku ndelok negoro nggateli, ndelok keadaan koyo ngene iki aku sedih nang Gusti Allah."

Kata "nggateli" dalam bahasa Jawa berarti menyebalkan, menyakitkan, atau memancing rasa geram. Bagi Cak Nun, negara Indonesia hari ini bukan hanya kehilangan orientasi, tapi juga telah menjadi "negara nggateli", negara yang menyakiti rakyatnya sendiri, negara yang berjalan di atas kebohongan dan kelicikan.

Lebih lanjut, dalam acara Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 15 September 2018, Cak Nun menumpahkan kritik kerasnya kepada para pemimpin bangsa yang ia sebut Sengkuni. Beliau berkata:

"Kalian ini pemimpin-pemimpin Indonesia, yang mana gak Sengkuni? Terus kalian menjadi Sengkuni atas penderitaan apa? Kamu pernah susah apa hidupmu? Atas nama penderitaan yang bagaimana kamu tega berbuat jahat kepada rakyat? Apa alasan sejarahmu? Kalau Sengkuni ini ada alasannya untuk jahat, meskipun kejahatan dia tidak sepadan sama sekali dengan penderitaannya. Lha ini Indonesia, kamu ini menderita apa, sehingga kamu begitu rupa kejamnya kepada rakyat? Kamu pernah menderita apa? Pernah miskin apa? Kamu pernah puasa apa? Pernah tirakat apa? Kamu lancar-lancar semua kok, kamu bisa membayar miliaran untuk jadi pejabat, apa alasanmu untuk jahat kepada rakyat? Sengkuni saja tidak sejahat kamu, padahal penderitaannya ribuan kali lipat dibanding hidupmu."

Rumah Bukan Lagi Rusak Tapi Hampir Roboh

Pernyataan ini adalah pukulan telak pada nurani bangsa. Kita disadarkan bahwa struktur ketatanegaraan Indonesia telah disusupi oleh para "Sengkuni" modern, sosok yang manipulatif, culas, penuh tipu daya, dan bermental korup. Ironisnya, mereka bersumpah di atas kitab suci, menjunjung Pancasila, dan berjanji setia pada konstitusi, tapi faktanya mereka justru menjadi pengkhianat sejati.

Negara ini semakin tampak seperti rumah bobrok: atap bocor karena kebocoran anggaran, dinding rapuh oleh rayap korupsi, saluran air mampet penuh pungli, dan fondasi yang retak akibat (kejahatan) politik transaksional. Rakyat bukan lagi tuan rumah, melainkan tamu tak diundang di tanah airnya sendiri.

Mengapa Reformasi Ketatanegaraan Mendesak?

Cak Nun tak sekadar mengkritik. Beliau menawarkan jalan spiritual dan filosofis untuk memperbaiki negara. Menurutnya, kedaulatan harus dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat. Negara bukan milik partai, bukan milik oligarki, bukan pula mainan investor global. Negara adalah rumah rakyat.

Untuk mewujudkan itu, dibutuhkan reformasi ketatanegaraan secara total, merombak ulang struktur, memperjelas distribusi kewenangan, serta menegaskan kembali relasi rakyat dengan negara. Pejabat harus kembali menjadi pelayan rakyat, bukan majikan. Konsep "konstitusi langit" yang digagas Cak Nun menjadi inspirasi: mengembalikan kesucian niat, ketulusan, dan keberpihakan pada kebenaran.

Jika tidak dilakukan sekarang, "negara nggateli" ini akan terus menyakiti. Generasi mendatang hanya akan mewarisi puing-puing kerusakan, bukan peradaban luhur yang membanggakan.

Penutup: Seruan untuk Bangkit

Wahai rakyat Indonesia, kita tidak bisa lagi diam. Tidak cukup hanya mengeluh di warung kopi atau sekadar mengutuk di media sosial. Sudah saatnya kita tandhang (bergerak), merebut kembali marwah kedaulatan rakyat.

Mari kita berjuang, menyingkirkan para "Sengkuni" dari ruang kekuasaan, dan bersama-sama menata ulang rumah besar bernama Indonesia. Karena sejatinya, negara ini milik kita, bukan milik para pengkhianat.