Berita

Reformasi BUMN Menuju BUMR: Karena Negara Sepenuhnya untuk Rakyat
Berita Terbaru

Reformasi BUMN Menuju BUMR: Karena Negara Sepenuhnya untuk Rakyat

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Di republik, tidak ada pemilik tunggal selain rakyat. Itulah prinsip paling dasar dari konstitusi Indonesia kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun dalam praktik kenegaraan, kita sering lupa siapa sebenarnya pemilik rumah besar bernama Indonesia ini. Pemerintah bertindak seolah-olah negara adalah miliknya, dan aset negara adalah hak prerogatif birokrasi. Inilah akar dari banyak kerancuan konsep, termasuk dalam terminologi yang kita pakai puluhan tahun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kata “milik negara” ini adalah kesalahan filosofis dan konstitusional. Di negara republik, tidak ada entitas yang bernama “negara” sebagai individu pemilik. Yang ada hanya rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sementara seluruh pejabat publik dari presiden, menteri, hingga direksi BUMN hanyalah pelayan dari pemilik sebenarnya Roiyah (Rakyat).

Karena itu, sudah saatnya Indonesia berhenti menipu dirinya sendiri melalui bahasa. BUMN seharusnya diganti menjadi BUMR: Badan Usaha Milik Rakyat.

Negara Bukan Pemilik — Negara Hanya Pengelola

BUMN hari ini diperlakukan seperti perusahaan yang dimiliki pemerintah. Padahal pemerintah tidak pernah punya modal sendiri. Semua aset yang dikelola BUMN berasal dari:

  • pajak rakyat,
  • kekayaan alam milik rakyat,
  • aset publik yang dibangun dengan uang rakyat,
  • keuntungan usaha yang secara moral dan konstitusional kembali kepada rakyat.

Maka pertanyaannya: kalau semua sumbernya dari rakyat, kenapa disebut “milik negara”?

Konsep “milik negara” digunakan birokrasi untuk menempatkan pemerintah sebagai pemilik, bukan pengelola. Inilah bahasa yang memutarbalikkan struktur republik.

Dalam analogi rumah tangga yang sering saya gunakan struktur negara seperti ini salah letak:

  • Rakyat = Istri = Pemilik rumah (Roiyah).
  • MPR = Suami = Kepala keluarga (Kepala Negara).
  • Presiden & Pemerintah = Asisten rumah tangga = Pelayan publik.

Jika demikian, maka BUMN bukan milik pemerintah (asisten rumah tangga).
BUMN harus menjadi BUMR, milik pemilik rumah sesungguhnya: rakyat.

BUMN Adalah Nama Lama yang Menyesatkan

Dalam negara totaliter atau kerajaan, “milik negara” berarti milik raja atau milik pemerintah pusat. Namun Indonesia bukan kerajaan. Kita republik. Rakyat adalah sumber dan pemilik semua kekuasaan.

Karena itu, nama “BUMN” menimbulkan efek samping:

  1. Membuat pemerintah merasa sebagai pemilik aset.
  2. Membatasi kontrol rakyat terhadap kinerja perusahaan publik.
  3. Menjadikan BUMN sebagai alat (kejahatan) politik, bukan alat kesejahteraan.
  4. Mempermudah oligarki mengambil alih aset publik dengan dalih negara.

Padahal pemerintah tidak berhak memiliki apa pun. Pemerintah hanya mengelola.

Di negara yang sehat, tidak boleh ada konsep aset yang “dimiliki pemerintah”. Yang ada aset yang dikelola pemerintah untuk rakyat.

Karena itu, perubahan istilah bukan sekadar kosmetik, tetapi koreksi arah negara.

BUMR: Mengembalikan Kedaulatan Rakyat dalam Ekonomi

Mengganti BUMN menjadi BUMR — Badan Usaha Milik Rakyat, berarti:

1. Bahasa yang jujur secara konstitusional

Rakyat adalah pemegang kedaulatan → rakyat lah pemilik aset.

2. Pemerintah kembali pada posisinya sebagai pelayan publik

Pemerintah tidak boleh merasa memiliki perusahaan publik.
Ia hanya operator, bukan pemilik.

3. Transparansi meningkat

Karena jika milik rakyat, maka rakyat wajib tahu:

  • berapa keuntungan BUMR,
  • bagaimana direksi dipilih,
  • bagaimana bonus dihitung,
  • bagaimana aset dikelola.

4. Oligarki terpangkas

Narasi “aset negara” telah lama menjadi tameng bagi korporat-politik untuk menguasai sumber daya publik lewat pejabat.
Dengan istilah BUMR, pintu oligarki menutup pelan-pelan.

5. Prinsip ekonomi kerakyatan dipertegas

Pasal 33 UUD 1945 menjadi hidup kembali.
Rakyat sebagai pemilik, pemerintah sebagai pelayan, BUMR sebagai alat kesejahteraan.

BUMR: Bukan Sekadar Nama, Tapi Paradigma Baru

Perubahan ini bukan perubahan branding.
Ini adalah revolusi relasi kuasa dalam ekonomi republik.

Selama ini, rakyat hanya mendengar:
“BUMN milik negara.”
Tapi siapa negara itu?

Jika dijawab “pemerintah”, maka kita telah keluar dari prinsip republik.
Jika dijawab “rakyat”, maka istilah BUMR jauh lebih jujur, lebih tepat, dan lebih bermoral.

Dengan BUMR:

  • Aset publik tidak lagi dimiliki oleh birokrasi, tetapi oleh Roiyah.
  • Kedaulatan ekonomi rakyat ditegakkan kembali.
  • Pemerintah dipaksa kembali pada posisinya yang benar: pelayan pemilik rumah.

Negara ini bukan milik birokrat.
Bukan milik presiden.
Bukan milik partai politik.

Negara ini milik rakyat. Maka seluruh usaha yang menghasilkan kekayaan publik harus diberi nama yang mencerminkan pemiliknya: rakyat.

Penutup

Jika ingin membenahi tata kelola negara, benahi dulu bahasanya.
Karena bahasa membentuk cara berpikir, dan cara berpikir membentuk kebijakan.

BUMN adalah bahasa lama yang menipu.
BUMR adalah bahasa baru yang jujur.

Dan republik yang sehat harus dimulai dari kejujuran:

Bahwa yang memiliki negara ini hanya satu: RAKYAT.

Jika rakyat adalah pemilik rumah, maka semua aset harus diberi nama:
Badan Usaha Milik Rakyat.