Berita

PPPK Paruh Waktu Menuai Kontroversi, Partai X Desak Kebijakan Lebih Adil
Berita Terbaru

PPPK Paruh Waktu Menuai Kontroversi, Partai X Desak Kebijakan Lebih Adil

Gelombang protes tenaga honorer menggema menyusul kebijakan pemerintah yang menetapkan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Protes ini dilakukan lantaran kebijakan pemerintag tersebut dinilai tidak adil, mengingat pekerja tetap bekerja penuh waktu.

Tenaga honorer merasa terjepit dalam situasi ini, mengingat beban kerja yang mereka emban tidak sebanding dengan status dan kesejahteraan yang diterima.

"Sudah kerja full waktu, dapat status PPPK paruh waktu, apa kata dunia?”, begitulah salah satu tulisan spanduk yang dibawa oleh para honorer yang berdemi di depan Gedung parlemen beberapa waktu yang lalu.

Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menegaskan, kebijakan pemerintah mengenai status PPPK paruh waktu perlu dievaluasi secara menyeluruh. Hal ini karena, kebijakan itu dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi landasan negara.

"Pemerintah harus memastikan bahwa setiap tenaga honorer yang bekerja penuh waktu mendapatkan status dan hak yang sesuai. Tidak boleh ada kebijakan yang membuat rakyat merasa diperlakukan tidak adil," ujarnya.

Rinto menyatakan, kebijakan tersebut justru berpotensi menimbulkan kesenjangan dan ketidakpuasan di kalangan tenaga kerja. Dalam hal ini, Partai X menekankan, pentingnya transparansi dalam setiap kebijakan pemerintah serta memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam mengakses sumber daya dan kesempatan.

Lantas, langkah apa yang seharusnya diambil pemerintah? Rinto menjelaskan, pemerintah dalam hal ini bisa membuat kebijakan terkait status PPPK lebih adil dan merata. Di antaranya, dengan melakukan evaluasi dan tranaparansi.

“Artinya, pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap status tenaga honorer yang bekerja penuh waktu dan memastikan bahwa penetapan status PPPK didasarkan pada beban kerja yang sesungguhnya,” jelasnya.

Kemudian, kata Rinto, pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek penyetaraan dan kesejahteraan. Dalam hal ini, tenaga honorer yang bekerja penuh waktu harus mendapatkan hak dan kesejahteraan yang setara dengan pegawai tetap, termasuk gaji dan tunjangan yang layak.

Pemerintah juga harus membuat kebijakan secara bertahap namun adil bagi tenaga honorer. “Jika penetapan status PPPK paruh waktu ini berkaitan dengan keterbatasan anggaran, maka seharusnya pemerintah dapat menerapkan kebijakan bertahap yang memberikan kepastian status dan peningkatan kesejahteraan bagi tenaga honorer,” katanya.

Lebih jauh, pemerintah sebelum memutuskan kebijakan harusnya bisa melakukan dialog terbuka dengan tenaga honorer. Hakl tersebut guna memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi mereka.

"Pemerintah adalah pengatur dan pelayan rakyat, seperti halnya kepala keluarga yang harus memastikan semua anggotanya hidup dengan layak. Jika tenaga honorer bekerja penuh waktu, maka mereka harus mendapatkan status yang sesuai. Ini bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan masalah moral dan keadilan," tegasnya.

Lebih jauh, Rinto mengungkapkan, kebijakan yang tidak adil justru berpotensi menimbulkan ketidakpuasan dan menurunkan motivasi kerja di kalangan tenaga honorer. Oleh karena itu, Partai X mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan lebih adil untuk diterapkan demi kesejahteraan tenaga honorer yang telah berkontribusi besar bagi layanan publik di Indonesia.

“Pemerintah harus memastikan bahwa status dan kesejahteraan tenaga honorer sejalan dengan kontribusi dan beban kerja yang mereka emban,” pungkasnya.