Setelah sebelumnya melarang pengecer menjual LPG 3 kilogram (kg), pemerintah kini memperbolehkan kembali dengan penggunaan aplikasi digital secara bertahap. Hal itu dengan maksud, sembari memnguoayakan pengecer bisa terdaftar sebagai subpangkalan gas bersubsidi LPG 3 Kg.
Kebijakan ini menuai beragam respons, salah satunya dari Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra. Ia menilai kebijakan yang diterapkan ini menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengelola distribusi LPG bersubsidi.
Seperti diketahui, pada 1 Februari 2025, pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 Kg demi memastikan distribusi yang lebih tepat sasaran. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan kepanikan di masyarakat, hingga menyebabkan kelangkaan di berbagai daerah. Masyarakat kesulitan mendapatkan LPG 3 Kg, sementara antrean panjang terjadi di pangkalan resmi yang jumlahnya sangat terbatas.
Prayogi menyatakan, perubahan kebijakan yang mendadak ini menunjukkan kurangnya perencanaan dan koordinasi pemerintah dalam mengelola distribusi LPG 3 kg. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Ini contoh kebijakan yang dibuat tanpa perencanaan matang dan tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap masyarakat kecil. Pemerintah melarang dulu, menimbulkan kekacauan, baru kemudian membolehkan kembali dengan dalih regulasi baru. Padahal, yang seharusnya dilakukan adalah penguatan mekanisme distribusi sejak awal,” ujarnya.
Prayogi menekankan, kebijakan terkait barang kebutuhan pokok, terutama yang bersifat subsidi seperti LPG 3 kg, harus berbasis data yang akurat dan terintegrasi. Seharusnya, pemerintah bisa membuat kebijakan yang lebih bisa menyejahterakan rakyatnya tanpa memunculkan kepanikan,
Menurut Prayogi, ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah dalam mengatasi persoalan pemerataan distribusi LPG 3 Kg agar tepat sasaran. Di antaranya, pemerintah bisa melakukan pemetaan kebutuhan yang lebih akurat.
“Pemerintah harus memastikan jumlah LPG 3 kg yang disalurkan sesuai dengan kebutuhan di setiap daerah. Data ini harus didukung oleh sistem terpusat yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan,” jelasnya.
Kemudian, berikaitan dengan sistem distribusi dari LPG 3 Kg yang menurut Prayogi harus dilakukan pemerintah secara transparan. Apalagi, pemerintah juga bakal menerapkan bekal aplikasi digital.
“Distribusi harus diawasi secara ketat agar LPG benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak. Namun, pemerintah harus memastikan infrastruktur teknologi yang memadai agar aplikasi ini tidak justru menyulitkan pengecer dan masyarakat,” tambahnya.
Selanjutnya, dikatakan Prayogi, sebelum menerapkan kebijakan baru terkait penyaluran LPG 3 Kg tersebut, pemerintah bisa melakukan sosialisasi dan uji coba implementasi kebijakan baru di lapangan. Hal ini penting, agar masyarakat tidak tiba-tiba kebingungan akibat perubahan aturan yang kesannya mendadak tersebut.
Lebih jauh, Prayogi menyebut, saat ini pemerintah justru membuat kebijakan yang berubah-ubah. Hal ini justru mencerminkan lemahnya perencanaan pemerintah dan kurangnya koordinasi antar instansi.
“butuh kebijakan yang strategis, bukan sekadar tambal sulam,” tegasnya.
Prayogi juga menyoroti bahwa kegagalan dalam kebijakan LPG ini mencerminkan lemahnya implementasi Pancasila, khususnya sila ke-5, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jika kebijakan dibuat hanya berdasarkan kepentingan kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat luas, maka nilai-nilai keadilan menjadi terabaikan.
Prayogi menegaskan, pemerintah harus lebih cermat dalam membuat regulasi terkait LPG 3 Kg agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Partai X mendorong adanya kebijakan berbasis data, pengawasan distribusi yang ketat, serta komunikasi yang jelas kepada publik. Kebijakan yang tidak terencana dengan baik hanya akan menciptakan ketidakpastian dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dengan kebijakan yang lebih terarah, diharapkan LPG 3 kg dapat benar-benar disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan tanpa harus mengalami kekacauan seperti yang terjadi belakangan ini.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterapkan telah melalui perencanaan yang matang dan sosialisasi yang memadai. Selain itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap implementasi kebijakan untuk memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah di masyarakat,” pungkasnya.