beritax.id - Realitas hari ini memperlihatkan krisis kesadaran di tingkat akar rumput. Pendidikan politik belum terlaksana sehingga tidak menyentuh substansi kritis. Rakyat lebih banyak dijejali slogan dan formalitas, bukan pemahaman mendalam tentang hak dan kewajibannya. Proses pemilu menjadi ritual lima tahunan tanpa partisipasi bermakna dari rakyat sebagai pemilik negara.
Partai X menilai kegagalan ini sebagai akumulasi dari sistem pemerintahan yang enggan mencerdaskan rakyat. Pendidikan politik diserahkan pada partai, tapi tak dijalankan secara efektif. Rakyat tidak dipersiapkan menjadi penentu arah bangsa. Mereka hanya menjadi alat mobilisasi untuk kekuasaan, bukan pelaku demokrasi sejati.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Diektur X-Institute Prayogi R Saputra, kembali mengingatkan fungsi dasar pemerintah. “Tugas negara itu tiga loh: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya. Namun, pemerintah hari ini justru gagal menjawab tiga fungsi pokok tersebut secara adil dan transparan.
Rakyat tidak dilindungi dari manipulasi kekuasaan dan informasi. Mereka tidak dilayani secara setara dalam pendidikan dan informasi pemerintahan. Yang terjadi justru pengaturan rakyat melalui kebijakan yang memperkuat pejabat, bukan rakyat. Negara pun makin jauh dari cita-cita keadilan sosial sebagaimana mandat konstitusi.
Bagi Partai X, politik adalah alat perjuangan menuju keadilan dan kesejahteraan. Politik harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan. Pendidikan politik yang gagal akan melahirkan demokrasi manipulatif, bukan demokrasi partisipatif. Rakyat harus memiliki kesadaran kritis agar tidak mudah ditipu narasi kekuasaan.
Negara yang sehat memerlukan rakyat yang sadar peran dan hak politiknya. Oleh karena itu, pendidikan politik harus menjadi fondasi utama. Rakyat bukan sekadar pemilih, tapi pemilik negara. Mereka harus mampu mengontrol, mengkritisi, dan menentukan arah kebijakan negara secara aktif.
Partai X menawarkan solusi strategis melalui gerakan Revolusi Literasi Demokrasi. Literasi politik harus dimulai sejak usia sekolah. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memasukkan materi kesadaran politik dan hak warga negara. Literasi ini tak hanya soal membaca dan menulis, tetapi memahami kekuasaan dan hak rakyat.
Media massa, sekolah, lembaga negara, dan organisasi masyarakat harus dilibatkan. Literasi demokrasi tidak bisa diserahkan hanya kepada partai politik. Negara harus menjamin pendidikan politik sebagai hak dasar setiap warga. Tanpa itu, demokrasi akan terus disandera oleh pejabat yang anti perubahan.
Sebagai bentuk implementasi konkret, Partai X mengembangkan Sekolah Negarawan. Sekolah ini bertujuan mencetak pemimpin dan warga yang berpikir kritis dan berintegritas. Melalui pendidikan kebangsaan yang terstruktur, Sekolah Negarawan mendorong kesadaran akan fungsi negara, pemerintah, dan peran rakyat.
Di sekolah ini, peserta didik dilatih untuk memahami sistem pemerintahan, etika kekuasaan, dan strategi mewujudkan keadilan sosial. Sekolah Negarawan adalah benteng melawan kebodohan pejabat yang dirawat secara sistematis oleh oligarki. Inilah revolusi pendidikan yang solutif dan berjangka panjang.
Partai X menegaskan bahwa pendidikan politik bukan tambahan, tapi kebutuhan utama demokrasi. Tanpa rakyat yang sadar politik, demokrasi adalah formalitas tanpa ruh. Oleh karena itu, Revolusi Literasi Demokrasi harus dimulai sekarang. Media, sekolah, dan negara harus bersinergi.
Dengan prinsip kritis, objektif, dan solutif, Partai X berdiri di garis depan perubahan ini. Pendidikan politik bukan soal teknis, tapi soal kedaulatan rakyat. Saatnya rakyat bangkit dari keterasingan politik. Saatnya demokrasi dibangun dari kesadaran, bukan dari manipulasi dan retorika kekuasaan.