Berita

Pemerintah Digaji Rakyat
Berita Terbaru

Pemerintah Digaji Rakyat

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Ketika Benteng Menatap ke Arah yang Salah

Di depan Benteng Vredeburg yang kokoh, Cak Nun pernah melontarkan pertanyaan sederhana namun mengguncang:

“Benteng itu dulu membentengi siapa dari ancaman siapa?”

Pertanyaan itu membuka tabir kesadaran yang lebih dalam: bahwa dalam sejarah kekuasaan, benteng sering kali bukan untuk melindungi rakyat, tetapi untuk melindungi penguasa dari rakyat.

Dan ironinya, dalam negara modern pun, pola pikir itu masih hidup, bahkan diperkuat oleh kekuasaan yang menganggap rakyat sebagai ancaman, bukan sebagai tuan.

Pemerintah Bayaran: Dari Pelayan Menjadi Pengawas

Cak Nun menegaskan:

“Ada negara dengan rakyat menggaji pemerintah untuk membentengi keamanan hidup dan kerja mereka, tapi rakyat malah diancam.”

Inilah yang ia sebut sebagai “pemerintah bayaran.”
Pemerintah yang seharusnya bekerja karena mandat rakyat, malah mengawasi rakyat seolah mereka sumber masalah.
Fokus berpikirnya bukan lagi “awas kalau ada yang mengancam rakyat,” melainkan “rakyat adalah ancaman.”
Dan ketika rakyat bersuara, tongkat sakti Kiai Perppu siap diayunkan, hukum dijadikan alat represi, bukan perlindungan.

Fenomena ini adalah distorsi total terhadap kontrak sosial. Pemerintah yang digaji dari pajak rakyat semestinya menempatkan dirinya sebagai pelindung, bukan pengawas. Tetapi kini, paradigma itu terbalik: rakyat harus tunduk, sementara penguasa bebas mengatur tanpa rasa bersalah.

Benteng yang Harus Dirobohkan: Psikologi Kekuasaan Feodal

Sikap pemerintah bayaran lahir dari mentalitas feodal yang masih bercokol di sistem modern.
Benteng Vredeburg hanyalah simbol, karena yang lebih berbahaya adalah benteng dalam pikiran pejabat: benteng ketakutan terhadap rakyat.
Mereka takut kritik, takut kehilangan kuasa, takut terbuka, seolah rakyat yang berani bersuara adalah pemberontak.

Padahal, rakyatlah yang membayar gaji mereka.
Rakyatlah yang memberi mandat.
Rakyatlah yang seharusnya dilayani, bukan dicurigai.

Dalam logika yang sehat, pemerintah adalah karyawan publik, bukan penjaga gerbang kekuasaan. Negara yang menakuti rakyat adalah negara yang kehilangan legitimasi moral.

Negara Sebagai Sistem Pelayanan, Bukan Pengendalian

Rancangan sistem kenegaraan baru menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, sementara pemerintah hanyalah operator profesional yang bekerja berdasarkan kontrak sosial.
Konsep ini sejalan dengan gagasan Cak Nun: negara harus diatur, bukan mengatur; pemerintah harus bekerja, bukan berkuasa.

Sebuah pemerintahan yang beradab tidak membangun benteng dari batu dan senjata, tapi dari kepercayaan dan transparansi.
Ia tidak menakuti rakyat dengan pasal karet, tapi melindungi mereka dengan keadilan.
Ia tidak menganggap kritik sebagai serangan, tapi sebagai koreksi.

Negara yang benar adalah negara yang berdiri di atas rasa aman rakyatnya, bukan rasa takut pemerintahnya.

Meruntuhkan Benteng dalam Kepala

“Pemerintah bayaran” bukan sekadar istilah sindiran. Ia adalah peringatan keras bahwa birokrasi yang lupa diri akan berubah menjadi alat pengendali rakyat, bukan alat pelindung rakyat.
Sudah saatnya benteng itu diruntuhkan, bukan dengan kekerasan, tapi dengan kesadaran baru bahwa kekuasaan hanyalah perpanjangan tangan dari kedaulatan rakyat.

Pemerintah boleh digaji tinggi, tapi yang membayar tetap rakyat. Dan karena itu, rakyat berhak menegur, memanggil, bahkan mengganti mereka kapan saja.

Sebab dalam republik yang sehat, pemerintah bukanlah penguasa, melainkan bayaran rakyat yang bekerja menjaga kehidupan mereka dengan setia.

Catatan Penulis:
Tulisan ini merupakan refleksi atas kritik sosial dan spiritual Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) tentang relasi terbalik antara rakyat dan pemerintah,  bahwa negara yang beradab adalah negara di mana kekuasaan bekerja untuk rakyat, bukan melawan mereka.