Berita

Pemerintah Adalah Pegawai Rakyat
Berita Terbaru

Pemerintah Adalah Pegawai Rakyat

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Mengganti Paradigma Kekuasaan dengan Paradigma Profesionalisme

Jika rakyat adalah pemilik negeri ini, maka pemerintah tidak lebih dari karyawan mereka. Selama ini kita dibiasakan untuk melihat pejabat publik sebagai “atasan” dan rakyat sebagai “bawahan” padahal, dalam demokrasi sejati, relasinya justru sebaliknya. Rakyatlah pemberi mandat, pembayar gaji, dan pemilik seluruh aset negara. Pemerintah hanyalah pegawai kontrak yang harus bekerja profesional, transparan, dan akuntabel.

Konsep ini menggeser seluruh fondasi kekuasaan menuju paradigma “corporate governance of the nation.” Rakyat adalah pemegang saham tertinggi (the sovereign shareholders), dan pemerintah hanyalah manajemen operasional yang bertanggung jawab pada Board of Director yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengawas utama.

Negara Sebagai “Perusahaan Publik”: Rakyat Pemilik, Pemerintah Pengelola

Dalam teori manajemen modern, seperti Henry Mintzberg, Henri Fayol, dan prinsip ISO 9001 tentang tata kelola mutu organisasi yang sehat harus menempatkan pelanggan sebagai pusat dan tujuan dari seluruh sistem.
Dalam konteks negara, “pelanggan” itu adalah rakyat. Maka pemerintah yang baik bukan yang banyak bicara, tapi yang mampu menyajikan layanan publik dengan mutu, waktu, dan biaya terbaik.

Negara harus dikelola seperti korporasi besar dengan prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan orientasi hasil, tapi dengan jiwa sosialisme: semua keuntungan (kesejahteraan) dikembalikan untuk rakyat, bukan dikapitalisasi untuk elit birokrasi.
Inilah sintesis antara kapitalisme manajerial dan sosialisme moral, yang sudah dirumuskan secara filosofis dalam rancangan Undang-Undang Dasar baru: rakyat sebagai pemilik kedaulatan, pemerintah sebagai pelayan sekaligus karyawan profesional.

Cak Nun dan Filsafat Rakyat sebagai Pusat

Seperti sering dikatakan oleh Cak Nun (Emha Ainun Nadjib):

“Negara ini bukan milik penguasa. Negara ini milik rakyat. Pemerintah itu cuma petugas rakyat.”

Dalam pemikiran beliau, ada keseimbangan antara spiritualitas dan manajemen sosial: barat diruwat (disucikan dari kerakusan kapitalis), arab digarab (dibentuk agar tak jadi dogmatis), dan jowo digowo atau timur diatur (agar kebijakannya terukur dan profesional).

Konsep “Pemerintah adalah Karyawan Rakyat” sejalan dengan gagasan ini. Ia menolak negara yang berperilaku feodal, tapi juga tidak meniru kapitalisme buta. Negara menjadi organisasi pelayanan yang berlandaskan nilai, memadukan efisiensi korporasi barat, moralitas timur, dan kearifan Nusantara.

Etos Baru: Rakyat sebagai Pemilik Saham Bangsa

Dalam sistem baru ini, rakyat bukan lagi sekadar pemberi suara lima tahunan. Mereka adalah Pemilik Saham Bangsa ini, yang berhak menuntut kinerja, transparansi, dan laporan hasil kerja dari pemerintah.
Pemerintah harus membuat laporan kinerja publik (public performance report) sebagaimana perusahaan wajib melaporkan annual report kepada pemegang sahamnya.

Rakyat, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, berperan sebagai Perwakilan Pemegang Saham, yang mengontrol kegiatan Dewan Direksi dan Komisaris, agar pembuatan kebijakan, persetujuan anggaran, dan pengawasan kinerja eksekutif dapat berjalan dengan baik.
Dengan begitu, politik berubah menjadi manajemen. Kekuasaan berubah menjadi pelayanan. Jabatan publik menjadi profesi yang bisa diukur, bukan kedudukan yang diagungkan.

Negara Bukan Singgasana, Tapi Kantor Pelayanan

Pemerintah bukanlah simbol kehormatan, tetapi fungsi pekerjaan. Seperti halnya karyawan, ia bekerja atas dasar kontrak kepercayaan dengan pemilik perusahaan yaitu rakyat. Bila gagal, ia harus diganti; bila berhasil, ia pantas diapresiasi.

Negara masa depan tidak membutuhkan penguasa, tapi profesional publik.
Dan rakyat tidak lagi menjadi penonton, melainkan pemegang kendali penuh atas arah bangsa.

Sebab dalam republik yang sehat, pemerintah adalah karyawan rakyat, bukan sebaliknya.

Catatan Penulis:
Tulisan ini merupakan refleksi atas rancangan konstitusi baru yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi dan pemerintah sebagai operator administratif berbasis prinsip tata kelola modern, efisiensi korporasi, dan etika pelayanan publik Nusantara.