beritax.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menyidangkan 11 perkara uji formal dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Sidang dilangsungkan dalam tiga panel berbeda dan melibatkan para hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta. Agenda sidang perdana adalah pemeriksaan pendahuluan atas gugatan dari berbagai kelompok masyarakat sipil, termasuk mahasiswa dan advokat.
Beberapa pemohon berasal dari Fakultas Hukum UI, UGM, Unpad, dan UII serta organisasi masyarakat sipil lainnya. Mereka mempertanyakan konstitusionalitas sejumlah pasal dalam revisi UU TNI yang dianggap berpotensi melemahkan semangat reformasi militer. Meski ada permohonan yang ditarik, sisanya tetap dilanjutkan hingga proses selanjutnya.
Partai X Ingatkan, Reformasi TNI Jangan Dihapus Lewat Jalur Konstitusi
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyebut maraknya gugatan terhadap UU TNI adalah sinyal darurat demokrasi. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan hanya menjaga wibawa militer, tetapi juga memastikan militer tunduk pada prinsip negara hukum.
Rinto mengutip prinsip Partai X bahwa negara wajib mengatur untuk melindungi dan melayani rakyat, bukan menindas lewat kekuatan.
Menurut Partai X, proses uji materi ini tidak boleh menjadi formalitas prosedural. Gugatan terhadap UU TNI harus dilihat sebagai kritik terhadap kebijakan negara yang potensial membuka ruang dwifungsi baru. Reformasi TNI adalah mandat reformasi 1998 yang tidak boleh dibelokkan dengan dalih stabilitas atau kepentingan nasional.
Pasal Bermasalah, Demokrasi Terancam Militerisme Gaya Baru
Partai X menyoroti pasal-pasal dalam UU TNI yang memungkinkan militer aktif terlibat dalam jabatan sipil tanpa kontrol yang ketat. Ini adalah bentuk kemunduran dari semangat supremasi sipil dan membuka ruang pengaruh militer dalam urusan sipil. Negara seharusnya memperkuat sipil, bukan melemahkannya lewat skema hukum yang lentur.
Kekhawatiran masyarakat tidak boleh diremehkan. Jika Mahkamah hanya fokus pada formalisme hukum tanpa melihat dampaknya terhadap kehidupan sipil, maka kita akan menyaksikan militerisme yang dikemas dalam bingkai legal.
Sebagai solusi, Partai X mendesak Mahkamah Konstitusi terbuka dalam semua tahapan uji materi. Setiap dalil pemohon harus dijawab dengan kejelasan, bukan diplomasi prosedural. Pemerintah dan DPR juga wajib melakukan revisi terbuka dengan partisipasi publik. Kedaulatan rakyat bukan milik penguasa militer atau penguasa istana.
Partai X menegaskan bahwa revisi UU TNI harus diletakkan dalam kerangka reformasi, bukan pembenaran dominasi. Negara tidak boleh tunduk pada romantisme militer. Yang dibutuhkan adalah institusi pertahanan yang kuat secara profesional, ne