Berita

Langkah Nyata Implementor Gagasan Cak Nun: Membutuhkan Kesungguhan dan Konsistensi
Berita Terbaru

Langkah Nyata Implementor Gagasan Cak Nun: Membutuhkan Kesungguhan dan Konsistensi

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Dalam upaya membumikan gagasan Cak Nun yang sarat spiritualitas dan keutuhan cinta pada bangsa, tidak cukup hanya mengandalkan kecerdasan rasional atau narasi retoris. Dibutuhkan kesungguhan niat, ketulusan jiwa, dan konsistensi dalam bertindak. Sebab gagasan ketatanegaraan ala Cak Nun bukan sekadar teori politik, melainkan hasil dari perenungan panjang, tafakur sosial, dan koneksi spiritual mendalam terhadap rakyat dan negeri ini.

Cak Nun selalu menggarisbawahi bahwa untuk bisa menjadi pelaksana atau implementor gagasan besar seperti Konstitusi Langit, seseorang harus dimulai dari karakter dasar: siddiq. Siddiq bukan sekadar jujur, tapi “tenanan” atau sungguh-sungguh. Seseorang yang bersifat siddiq tidak hanya jujur dalam perkataan, melainkan jujur dalam niat, tekad, dan perjuangan. Ini adalah kualitas awal untuk siapa pun yang ingin mengemban amanat perubahan yang sejati.

Jika seseorang telah bersifat siddiq, maka akan muncul sifat kedua: amanah. Amanah bukanlah sekadar dipercaya, melainkan layak dipercaya. Kesungguhan hati akan menjelma menjadi tanggung jawab yang otentik. Dalam konteks kenegaraan, seorang yang amanah tidak akan memperalat kekuasaan, melainkan menggunakannya untuk membangun sistem yang melayani rakyat, bukan menindasnya.

Setelah itu, barulah seseorang pantas menyampaikan gagasan. Inilah sifat tabligh. Menyuarakan gagasan tidak bisa dilakukan sembarangan. Tanpa fondasi siddiq dan amanah, tabligh hanya menjadi slogan politik atau jargon kampanye. Namun, ketika disampaikan oleh pribadi yang benar-benar amanah, tabligh menjadi pancaran ilmu dan ajakan tulus untuk bersama-sama memperbaiki keadaan bangsa.

Lalu muncul sifat keempat: fathanah. Cak Nun menekankan bahwa kecerdasan bukan soal nilai ujian atau gelar akademik, melainkan kemampuan menangkap frekuensi langit, memahami pesan-pesan ilahiah, membaca zaman, dan menyusun strategi perubahan. Fathanah adalah hasil interaksi aktif antara siddiq, amanah, dan tabligh. Tanpa itu, seseorang tak lebih dari penghafal teks yang tidak mampu menghubungkan konsep dengan realita.

Pentingnya Kesabaran dan Konsistensi

Namun, semua sifat tersebut belum cukup tanpa dua hal penting: kesabaran dan konsistensi. Banyak yang bersemangat di awal, tapi gugur di tengah jalan. Banyak pula yang mengaku pengagum Cak Nun, tetapi tak pernah benar-benar meneladani langkah dan prinsipnya. Menjadi implementor gagasan bukan soal cepat, tapi tentang istikamah, bertahan, belajar, dan terus melangkah meski dalam sunyi dan resistensi.

Hasil akhir dari perjalanan ini adalah yakin. Yakin bahwa gagasan besar bisa dijalankan dari level terkecil. Yakin bahwa cita-cita perubahan bukan khayalan, melainkan keniscayaan jika digerakkan dengan kesungguhan dan kesabaran. Lalu yakin bahwa transformasi sistem negara bukan sekadar reformasi prosedural, tapi pembangunan batin dan struktur yang berpihak penuh pada rakyat.

Kesimpulan:

Menjadi implementor gagasan Cak Nun bukan tugas eksklusif pejabat, akademisi, atau orang berijazah tinggi. Ini adalah tugas semua anak bangsa yang mau membuka hati, membersihkan niat, dan menapaki jalan perubahan dengan sungguh-sungguh. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,  tetapi dibimbing oleh nurani, dituntun oleh langit, dan ditanamkan di bumi bernama Indonesia.