Kepercayaan rakyat adalah dasar dari semua kekuasaan. Tanpa kepercayaan, kebijakan sehebat apa pun akan kehilangan maknanya. Sekarang tanda-tanda menurunnya kepercayaan publik semakin jelas.
Banyak yang malas ikut pemilu, kritik makin banyak, dan rakyat mulai apatis. Bukan karena mereka membenci negara, tetapi karena sudah sulit untuk percaya. Janji pembangunan tidak merata, bantuan sering salah sasaran, dan kebijakan berubah tanpa arah.
Di banyak media terlihat semua baik-baik saja, tetapi di lapangan hidup tetap sulit. Jurang antara berita dan kenyataan di bawah semakin lebar.
Kondisi ini seharusnya menjadi peringatan keras. Pemerintah yang bijak tidak menutup telinga, melainkan membuka ruang dialog. Selama rakyat masih berani bicara, artinya mereka masih peduli. Yang berbahaya justru ketika rakyat memilih diam, bukan karena setuju, tetapi karena sudah kehilangan harapan.
Kritik Bukan Ancaman Tapi Tanda Peduli
Dalam demokrasi, kritik adalah bentuk cinta rakyat kepada negaranya. Namun sayangnya, di Indonesia, kritik sering dianggap ancaman. Perbedaan pendapat dianggap sebagai upaya menjatuhkan, padahal itu cara rakyat mengingatkan.
Banyak pejabat lebih sibuk menjaga citra daripada memperbaiki diri. Begitu dikritik, mereka sibuk membela diri, bahkan menyerang balik. Padahal pejabat yang percaya diri tidak akan takut dikritik. Dari kritiklah mereka tahu di mana letak kesalahan dan apa yang harus diperbaiki.
Bahaya justru muncul saat rakyat berhenti bicara. Diamnya rakyat bukan tanda stabilitas, tetapi tanda keputusasaan. Kritik bukan musuh negara, melainkan tanda bahwa demokrasi masih hidup.
Indonesia sering disebut negara yang stabil. Ekonomi tumbuh, inflasi terkendali, dan pemerintah terlihat aman. Namun di balik angka-angka itu, ada kenyataan lain. Ketimpangan semakin lebar, keadilan sulit dicari, dan rakyat kecil tetap berjuang sendirian.
Stabilitas yang dibangun dari rasa takut rakyat untuk bicara bukanlah keberhasilan, tetapi kegagalan. Negara yang tampak tenang karena rakyat takut bersuara sebenarnya sedang rapuh.
Pemerintah boleh bangga dengan proyek besar, tetapi jika rakyat di bawah tidak merasakan manfaatnya, semua itu hanya pameran, bukan kemajuan. Stabilitas sejati bukan saat rakyat diam, tetapi saat sistem berjalan dengan adil dan jujur.
Dulu rakyat percaya. Mereka datang ke tempat pemungutan suara dengan harapan, percaya bahwa negara akan hadir saat dibutuhkan. Namun kepercayaan itu perlahan memudar. Janji yang sama diulang setiap lima tahun, hasilnya tetap sama. Harga naik, jalan rusak, hukum berat sebelah.
Rakyat kini mulai lelah percaya. Mereka melihat pemerintah bukan lagi pelindung, tetapi sekadar penguasa yang muncul saat kampanye dan menghilang setelahnya. Banyak yang akhirnya memilih diam, bukan karena setuju, tetapi karena merasa suaranya tidak berarti.
Ketika rakyat berhenti peduli, negara kehilangan jiwanya. Hukum tinggal tulisan, kebijakan tinggal formalitas, dan demokrasi tinggal acara lima tahunan. Pemerintah boleh membangun gedung megah, tetapi tanpa kepercayaan rakyat, semua itu kosong.
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi menuntut kepercayaan, tetapi berusaha layak dipercaya kembali. Caranya dengan kejujuran, tanggung jawab, dan keberpihakan nyata kepada rakyat.
Untuk memulihkan kepercayaan rakyat, perubahan harus dimulai dari akar, bukan sekadar mempercantik wajah negara. Beberapa langkah penting yang ditawarkan Partai X adalah sebagai berikut.
Kepercayaan rakyat bukan hak yang bisa diminta, melainkan hasil dari kerja nyata.
Dan kerja nyata lahir dari kejujuran, tanggung jawab, serta keberanian untuk memperbaiki diri. Bangsa yang kehilangan kepercayaan rakyatnya sejatinya sedang kehilangan masa depannya.