beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami dugaan keterlibatan pejabat Kementerian Agama dalam kasus kuota haji tahun 2023–2024. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut cara main pejabat dilakukan melalui perantara, bukan langsung dengan agen perjalanan haji.
KPK telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk staf khusus pada era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lembaga antirasuah juga menyampaikan bahwa kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, KPK sudah mencegah beberapa orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.
Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya menyoroti pembagian kuota tambahan 20 ribu jamaah yang dinilai melanggar undang-undang. Dari tambahan kuota itu, 10 ribu dialokasikan untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus, padahal aturan hanya membolehkan 8 persen untuk haji khusus.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tidak boleh dijadikan proyek. “Tugas negara itu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jangan sampai ibadah dijadikan lahan keuntungan segelintir pejabat,” ujarnya.
Menurut Partai X, penyalahgunaan kuota haji merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat dan konstitusi. Ibadah suci seharusnya bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pemerintah wajib memastikan distribusi kuota sesuai dengan peraturan, bukan berdasarkan lobi kekuasaan atau kepentingan kelompok tertentu.
Partai X menegaskan prinsip fundamentalnya bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan negara. Dalam konteks haji, rakyat bukan hanya pemilik hak konstitusional, tetapi juga umat yang hendak menjalankan rukun Islam. Negara dan pejabat hanyalah pelayan, bukan penguasa yang bebas memperjualbelikan hak rakyat.
Pemerintahan yang adil harus menjamin setiap kuota haji dibagikan sesuai amanah undang-undang. Ketika pejabat mempermainkan alokasi kuota, maka itu bentuk pengkhianatan terhadap prinsip pelayanan publik.
Partai X menawarkan solusi solutif agar kasus serupa tidak terulang. Pertama, digitalisasi penuh proses pendaftaran dan distribusi kuota haji agar bebas manipulasi. Kedua, pembentukan badan independen pengawasan haji dengan keterlibatan masyarakat sipil, ulama, dan akademisi. Ketiga, penerapan prinsip musyawarah kenegarawanan untuk menetapkan kebijakan haji, sehingga keputusan berbasis kepentingan umat, bukan pejabat.
Selain itu, Partai X menekankan pentingnya pendidikan moral kenegarawanan bagi pejabat, agar penyelenggaraan ibadah tidak dikotori kepentingan ekonomi. Pemerintah juga harus memastikan akses kuota haji lebih besar bagi jamaah reguler, sesuai amanah undang-undang, bukan memanjakan kelompok berduit.
Partai X menegaskan bahwa ibadah haji tidak boleh dikotori praktik mafia birokrasi. Kasus ini harus menjadi momentum pembersihan total Kementerian Agama dari praktik rente. “Rakyat berhak menjalankan ibadah dengan tenang. Haji adalah amanah umat, bukan proyek pejabat,” tegas Prayogi.