Berita

Kontroversi Fatwa MUI soal Pajak PBB, Partai X Minta Penjelasan Resmi Pemerintah
Berita Terbaru

Kontroversi Fatwa MUI soal Pajak PBB, Partai X Minta Penjelasan Resmi Pemerintah

Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan lima fatwa baru, salah satunya fatwa pajak berkeadilan yang menyatakan bahwa bumi dan bangunan berpenghuni tidak layak dikenakan pajak berulang. Fatwa ini langsung memantik reaksi publik, khususnya terkait keadilan pajak.

Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyebut fatwa tersebut sebagai momentum penting untuk mereformasi perpajakan nasional. Ia menilai seluruh jenis pajak bukan hanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) perlu ditinjau ulang agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Partai X: Negara Tidak Boleh Membebani Rakyat dengan Pajak Berulang

Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa fatwa MUI ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera memberikan kejelasan terkait PBB dan pajak lainnya.

Menurut Prayogi, rumah tinggal adalah kebutuhan primer dan tidak boleh diperlakukan sebagai objek komersial yang terus-menerus dikenakan beban fiskal. Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka apakah skema pajak selama ini telah memihak rakyat atau justru membebani mereka.

Analisis Kritis Partai X: Ada Masalah Struktural dalam Kebijakan Pajak

Partai X menilai adanya beberapa persoalan mendasar:

1. Pajak Berulang Menodai Keadilan Fiskal

Rumah tinggal bukan objek ekonomi produktif sehingga tidak layak dikenai pungutan secara periodik seperti properti komersial.

2. Sistem Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tidak Transparan

Fluktuasi NJOP sering menjadi penyebab kenaikan PBB yang drastis, tanpa kontrol publik.

3. Perpajakan Cenderung Administratif, Bukan Berbasis Keadilan

Banyak kebijakan lebih berorientasi pada penerimaan negara daripada kesejahteraan rakyat.

4. Mekanisme Evaluasi Undang-Undang Perpajakan Lemah

Revisi sering bersifat teknis, bukan filosofis.

Prinsip Partai X: Pajak Harus Mengutamakan Rakyat dan Mencerminkan Amanah Negara

Mengacu pada dokumen Prinsip Partai X:

  • Negara adalah bagian kecil dari rakyat yang diberi amanah untuk mengatur seluruh rakyat, bukan membebani mereka tanpa dasar moral dan keadilan.
  • Pemerintah wajib memperlakukan rakyat sebagai pemilik negara, bukan objek pungutan.
  • Kebijakan fiskal harus memprioritaskan kebutuhan dasar rakyat, sebagaimana prinsip bahwa pengaturan negara harus mengutamakan perlindungan terhadap kepentingan mayoritas.

Fatwa MUI sejalan dengan prinsip Partai X tentang pentingnya negara menata kembali fungsi pengaturan demi keadilan.

Solusi Partai X: Reformasi Pajak Nasional Berbasis Keadilan Substantif

Partai X menawarkan langkah-langkah solutif berikut:

  • Menghentikan sementara pungutan PBB untuk rumah sederhana dan tanah hunian sampai ada revisi kebijakan.
  • Menetapkan klasifikasi objektif rumah tinggal yang bebas pajak berulang.
  • Mengadopsi prinsip syariah terkait nishab sebagai acuan PTKP.
  • Menghapus pajak progresif yang tidak proporsional untuk kelompok berpendapatan rendah.
  • Membuka formula perhitungan NJOP ke publik.
  • Mewajibkan pemerintah daerah melakukan konsultasi publik sebelum penyesuaian nilai.
  • Membatasi pajak berkala hanya untuk aset non-primer atau aset produktif seperti properti sewaan, lahan usaha besar, dan aset komersial.
  • Membentuk Komisi Reformasi Perpajakan Nasional yang melibatkan kampus, ormas Islam, peneliti, dan lembaga anti-korupsi.

Penutup: Pemerintah Harus Menyampaikan Kejelasan, Bukan Membiarkan Keresahan

Partai X mendesak pemerintah segera memberikan penjelasan terbuka terkait implikasi fatwa MUI, termasuk rencana tindak lanjut terhadap PBB dan kebijakan pajak lainnya.

“Rakyat tidak boleh terus-menerus menjadi korban kebijakan perpajakan yang tidak memihak. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan nyata,” tegas Prayogi.

Partai X memastikan akan terus mengawal isu ini sebagai bagian dari perjuangan mewujudkan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.