Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Gerakan Arus Bawah Demokrasi (Gabdem). Laporan itu terkait proyek command center dan renovasi gedung Bawaslu RI tahun 2024.
Koordinator Gabdem, Guntur Harahap, menyebut laporan sudah disampaikan ke bagian aduan masyarakat (dumas) KPK. “Ada dua proyek besar, yakni command center dan renovasi gedung A dan B Bawaslu,” ujarnya, Selasa (21/10).
Selain Rahmat Bagja, Gabdem juga melaporkan tiga pejabat lain, termasuk kuasa pengguna anggaran dan pejabat pengadaan. “Harapan kami mereka segera dipanggil dan diperiksa,” kata Guntur.
Menanggapi laporan itu, Rahmat Bagja menegaskan tuduhan tersebut tidak benar. “Hal-hal yang dilaporkan terkait dugaan tindak pidana itu tidak benar,” kata Bagja saat dihubungi, Selasa (11/11).
Bagja menyebut persoalan yang dilaporkan sudah diselesaikan sesuai ketentuan hukum, dan meminta agar penjelasan teknis ditanyakan ke Sekretariat Jenderal Bawaslu.
Menanggapi polemik ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa lembaga negara harus tunduk sepenuhnya pada prinsip kejujuran dan transparansi. “Penegakan hukum harus jujur dan terbuka, bukan alat kekuasaan untuk menyerang atau melindungi pihak tertentu,” ujarnya di Jakarta, Rabu.
Rinto mengingatkan kembali prinsip dasar yang menjadi pedoman Partai X: “Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau hukum dijalankan dengan kepentingan, rakyat akan kehilangan kepercayaan.”
Menurutnya, kasus dugaan korupsi di lembaga pengawas pemilu menyentuh jantung demokrasi. “Bawaslu seharusnya menjaga integritas pemilu, bukan justru terseret dugaan penyimpangan anggaran,” tegasnya.
Dalam dokumen prinsipnya, Partai X menekankan bahwa integritas dan akuntabilitas publik adalah fondasi negara demokratis. Negara wajib hadir sebagai pelindung kepentingan rakyat, bukan pelindung kesalahan pejabat.“Setiap pejabat publik harus siap diaudit dan diperiksa. Tidak boleh ada kekebalan di atas hukum,” ujar Rinto.
Ia menilai transparansi dalam penggunaan anggaran publik adalah bentuk penghormatan terhadap kepercayaan rakyat.“Kalau anggaran publik tidak bisa diaudit secara terbuka, maka demokrasi kita sedang sakit,” katanya menambahkan.
Sebagai langkah solutif, Partai X mendorong beberapa kebijakan strategis untuk mencegah penyimpangan di lembaga negara:
“Integritas tidak cukup dengan aturan. Harus ada sistem yang memastikan pejabat bekerja jujur dan takut berbuat curang,” tegas Rinto.
Partai X menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti di permukaan. “Rakyat menunggu keadilan ditegakkan, bukan dijadikan panggung kepentingan. Siapa pun yang bersalah, harus diproses,” kata Rinto.
Ia menutup dengan pesan keras bagi seluruh lembaga negara. “Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Karena hanya dengan kejujuran, negara bisa dipercaya rakyatnya.”