Krisis yang melanda bangsa ini tidak semata bersumber dari lemahnya ekonomi, pemerintahan, atau birokrasi, melainkan dari hal yang lebih mendasar rusaknya moral para pemimpin. Saat pemimpin kehilangan arah moral, kebijakan berubah menjadi alat kepentingan pribadi, bukan pengabdian bagi rakyat.
Dalam situasi demikian, rakyat kehilangan teladan, hukum kehilangan wibawa, dan negara kehilangan arah. Pemimpin yang seharusnya menjadi panutan justru berubah menjadi sumber kebingungan. Maka benar apa yang dikatakan oleh Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, bahwa “Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika ketiganya dilanggar karena moral pemimpin rusak, negara akan goyah dari dalam.”
Rinto menjelaskan, kekuasaan yang tidak disertai etika akan melahirkan pemerintahan yang sewenang-wenang. Kekuasaan tanpa moral adalah bentuk baru dari penindasan yang berselimut legitimasi hukum. “Kekuasaan itu amanah, bukan hak milik,” tegasnya.
Menurutnya, banyak pemimpin hari ini terjebak dalam budaya simbolik—sibuk berbicara soal pembangunan fisik, tapi lupa membangun jiwa bangsa. “Negara kuat itu dimulai dari moral pemimpin yang bersih dan niat melayani, bukan dari infrastruktur megah,” lanjutnya.
Moral pemimpin menjadi fondasi utama dalam mengatur dan melayani rakyat. Tanpa integritas, kebijakan kehilangan arah, hukum kehilangan makna, dan rakyat kehilangan kepercayaan.
Partai X berpijak pada prinsip bahwa negara harus dikelola berdasarkan nilai moral, kebijaksanaan, dan keadilan. Prinsip dasar Partai X menegaskan bahwa setiap pemimpin negara adalah pelayan rakyat yang harus tunduk pada nilai kebenaran, bukan pada kepentingan kelompok.
Partai X menekankan tiga prinsip moral utama:
Bagi Partai X, pemimpin yang bermoral adalah mereka yang menempatkan rakyat di atas kepentingan kekuasaan. Moralitas bukan sekadar kata, tetapi menjadi ruh dalam setiap kebijakan publik.
Kerusakan moral pemimpin adalah akar dari keruntuhan bangsa. Namun, seperti ditegaskan Partai X, selalu ada jalan untuk memperbaikinya. Jalan itu dimulai dari pembangunan karakter dan pendidikan moral bagi calon pemimpin.
Partai X mengusulkan beberapa langkah nyata untuk memperbaiki kualitas moral kepemimpinan nasional:
Menurut Rinto Setiyawan, membangun ulang moral kepemimpinan bukan sekadar tugas etika, tapi tanggung jawab sejarah. “Kalau pemimpin rusak, negara bisa runtuh tanpa perlu dijajah,” ujarnya menegaskan.
Sebagai langkah solutif, Partai X menegaskan perlunya sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pusat kekuasaan. Dalam sistem seperti itu, pejabat adalah pelayan rakyat, bukan penguasa. Pemerintahan harus berfungsi melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara berimbang, dengan prioritas pada kesejahteraan dan keadilan.
Partai X juga menekankan pentingnya nilai yang dijalankan dengan hati nurani dan rasa tanggung jawab. Setiap kebijakan publik harus mengandung dimensi moral dan berpihak pada rakyat.
“Kalau pejabat lupa melayani, maka negara kehilangan jiwanya. Kepemimpinan yang sejati bukan soal kursi atau jabatan, tapi soal keberanian untuk berbuat benar,” tegas Rinto.
Bangsa ini tidak akan runtuh karena krisis ekonomi, tetapi karena krisis moral. Pemimpin yang tidak bermoral menciptakan rakyat yang apatis dan negara yang kehilangan arah.
Partai X mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali kepada nilai moral sebagai fondasi kehidupan bernegara. Dalam rumah besar bernama Indonesia, moral adalah tiang yang menjaga agar atap kedaulatan tidak roboh.
Seperti pesan Rinto Setiyawan, “Negara akan berdiri kokoh selama para pemimpinnya berjiwa melayani, bukan menguasai.”