Pemerintah kerap merilis angka kerugian negara akibat aksi demonstrasi yang berujung ricuh. Dalam berbagai kesempatan, aparat menyebut kerugian akibat kerusuhan bisa mencapai miliaran rupiah, mulai dari kerusakan fasilitas publik hingga gangguan aktivitas ekonomi. Namun, sejumlah kalangan menilai hitungan itu tidak sebanding dengan kerugian negara akibat praktik korupsi yang dilakukan pejabat publik maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2023 saja terdapat lebih dari 580 kasus korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp 13,2 triliun. Angka itu belum termasuk suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang tidak tercatat sebagai kerugian langsung. Bandingkan dengan hitungan pemerintah atas kerugian fasilitas publik akibat kerusuhan. Dimana rata-rata hanya berada di kisaran puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
Kerugian akibat korupsi juga berdampak lebih luas. Uang yang semestinya digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, atau subsidi pangan, justru masuk ke kantong segelintir orang. Akibatnya, rakyat menanggung biaya ganda: kehilangan layanan publik yang layak dan dipaksa menutup lubang anggaran melalui pajak.
“Fokus pemerintah yang berlebihan pada kerugian akibat demo berpotensi menutupi masalah yang lebih besar, yakni maraknya korupsi pejabat publik. Padahal, justru itu yang menggerogoti keuangan negara dan kesejahteraan rakyat,” tegas Prayogi R. Saputra, Direktur Sekolah Negarawan.
Saputra juga menilai bahwa framing kerugian akibat kerusuhan cenderung digunakan untuk membungkam kritik publik. “Rakyat rugi miliaran akibat demo rusuh, tapi jauh lebih rugi triliunan ketika memilih DPR dan pejabat yang korup. Itulah kerugian terbesar bangsa ini, kerugian kepercayaan,” ujarnya.
Kasus-kasus besar seperti korupsi proyek e-KTP, bansos COVID-19, hingga tambang ilegal yang melibatkan pejabat, menunjukkan betapa masifnya praktik penyalahgunaan kewenangan. Satu kasus saja bisa merugikan negara lebih besar daripada akumulasi kerusuhan dalam satu dekade.
Pada akhirnya, publik diingatkan bahwa biaya terbesar yang ditanggung bangsa ini bukanlah gedung yang terbakar atau jalan yang rusak, melainkan hilangnya kepercayaan akibat korupsi yang merajalela. Jika pemerintah ingin benar-benar menghitung kerugian negara, maka angka-angka triliunan rupiah akibat korupsi harus menjadi sorotan utama, bukan sekadar kerusakan sementara akibat demonstrasi.