beritax.id — Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan pentingnya penunjukan duta besar yang memahami situasi hubungan antarnegara global. Kekosongan di 12 kedutaan besar (dubes) RI dinilai menghambat diplomasi strategis, khususnya di tengah dinamika global yang kian kompleks.
Puan menegaskan bahwa nama-nama calon dubes harus memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni dan diterima oleh negara tujuan. Namun hingga kini, DPR masih menunggu daftar resmi dari Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyoroti narasi yang hanya berfokus pada hubungan luar negeri. Menurutnya, diplomasi sejati harus dimulai dari pemahaman mendalam atas penderitaan rakyat di dalam negeri.
"Jangan sampai jadi diplomat andal untuk Washington, tapi tak tahu harga beras di kampung sendiri," kritik Prayogi.
Partai X mengingatkan bahwa tugas utama pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Pengangkatan duta besar tidak boleh semata untuk pencitraan global, melainkan harus dilandasi oleh pemahaman mendalam tentang realitas rakyat Indonesia.
"Kalau hanya mengejar relasi global, tanpa membenahi relasi negara dengan rakyatnya, itu diplomasi yang hampa," tegas Prayogi.
Menurut prinsip Partai X, diplomasi Indonesia harus bersandar pada semangat keadilan sosial. Artinya, para dubes harus memahami akar ketimpangan di dalam negeri dan mengemban misi membela martabat rakyat, bukan hanya menjual investasi.
Solusi Partai X adalah menjadikan Sekolah Negarawan sebagai prasyarat wajib bagi setiap calon dubes. Di sekolah ini, mereka belajar watak kepemimpinan, sensitivitas sosial, dan keberpihakan pada wong cilik.
“Diplomasi tanpa nilai hanya akan menghasilkan relasi tanpa makna. Maka nilai-nilai keadilan dan keberpihakan harus ditanam kuat sejak awal,” tambah Prayogi.
Partai X juga mengingatkan bahwa kekosongan posisi dubes selama lebih dari satu tahun merupakan bentuk ketidakseriusan dalam tata kelola negara. Rosan Roeslani, mantan Dubes AS, diangkat jadi Wamen BUMN, meninggalkan kursi diplomatik yang tak segera diisi.
“Kalau posisi strategis seperti ini bisa dibiarkan kosong, bagaimana dengan nasib rakyat kecil yang sudah lama ditinggalkan?” ujar Prayogi.
Partai X menyerukan agar pemerintahan luar negeri Indonesia tidak sekadar reaktif terhadap situasi global, tetapi kembali berpijak pada UUD 1945 dan nilai luhur Pancasila. Diplomasi tidak hanya soal hubungan antarnegara, tapi juga soal hubungan negara dengan nurani rakyatnya.
“Diplomat adalah wajah negara. Tapi jangan lupa, wajah itu harus memantulkan cahaya keadilan, bukan sekadar kilap protokol,” pungkas Prayogi.