Pemerintah memangkas dana Transfer Ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026 hingga Rp269 triliun. Jumlah tersebut turun dari Rp919,87 triliun pada 2025 menjadi Rp649,99 triliun pada 2026. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fauzi Amro, menjelaskan pemangkasan dilakukan karena pendapatan negara tidak meningkat signifikan. Sementara itu, belanja negara terus bertambah karena fokus terhadap program prioritas pemerintah.
“Karena fiskal kita tidak naik signifikan, sementara belanja bertambah,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (11/10).
Ia menyebut dana negara kini terserap untuk program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat. Program MBG, kata Fauzi, memerlukan anggaran hingga Rp335 triliun, sementara Sekolah Rakyat juga butuh dana besar. Beberapa program unggulan lain seperti hilirisasi pangan dan energi turut menyedot alokasi anggaran negara. Akibatnya, daerah harus menanggung dampak langsung pemangkasan TKD yang dianggap terlalu drastis.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai pemangkasan TKD adalah kebijakan yang tidak berpihak pada daerah. Menurutnya, pemerintah tidak boleh menutupi ketidakmampuan fiskal dengan program populis yang tampak megah di permukaan.
“Tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegas Prayogi.
Ia menyebut pemotongan dana TKD berpotensi menghambat pembangunan di daerah, terutama bidang pendidikan dan kesehatan. Sekolah Rakyat dan MBG yang disebut prioritas justru akan kehilangan daya dukung riil jika anggaran daerah dipangkas.
“Bagaimana mau bicara pemerataan kalau daerah justru dilemahkan secara fiskal?” ujarnya.
Partai X menilai kebijakan fiskal seharusnya berbasis keberlanjutan, bukan sekadar pencitraan anggaran semu.
Partai X menegaskan bahwa keadilan fiskal adalah wujud nyata keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara tidak boleh mengutamakan program pusat sambil mengorbankan kemampuan daerah melayani warganya sendiri. Anggaran publik harus diarahkan pada kebutuhan mendasar rakyat: pendidikan, pangan, dan kesehatan. Dalam pandangan Partai X, keseimbangan antara fiskal pusat dan daerah adalah dasar bagi pembangunan berkelanjutan. Pusat yang kuat harus memastikan daerah tidak kehilangan daya gerak ekonomi dan sosialnya. Negara harus hadir bukan hanya melalui proyek nasional, tetapi juga lewat keberdayaan fiskal daerah yang berkeadilan.
Partai X menawarkan solusi konkret agar krisis fiskal tidak dijadikan alasan untuk mematikan otonomi daerah. Pertama, pemerintah harus menjalankan audit transparansi alokasi TKD agar publik mengetahui dasar pemotongan anggaran. Kedua, sistem transfer fiskal berbasis kinerja layanan publik harus diterapkan agar dana tidak berhenti di birokrasi. Ketiga, program nasional seperti MBG dan Sekolah Rakyat harus memiliki mekanisme pendanaan bersama pusat-daerah. Keempat, pemerintah wajib membuka dashboard fiskal digital untuk memastikan keterbukaan realisasi belanja publik. Kelima, DPR dan BPK perlu memperkuat pengawasan atas alokasi anggaran agar tidak hanya jadi retorika penguasa
Prayogi menegaskan, pemerintah harus berhenti mempermainkan prioritas rakyat dengan dalih defisit anggaran.
“Kalau rakyat di daerah kehilangan hak dasar karena pemotongan TKD, itu bukan efisiensi, tapi abai pada konstitusi,” katanya.
Ia menambahkan, keadilan fiskal bukan hanya soal angka, tetapi tentang menjaga kedaulatan sosial rakyat di seluruh pelosok negeri. Partai X menyerukan agar setiap kebijakan fiskal dikembalikan pada semangat dasar pembangunan rakyat sebagai pusat, bukan angka di tabel APBN.