Masih belum beroperasinya layanan pajak digital Coretax dirasakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berdampak pada tidak optimalnya setoran pajak. “Coretax itu juga mengganggu inflow pendapatan kita dalam beberapa bulan pertama tahun ini. Sekarang pun sebagian masih lambat,” ujar Purbaya di Jakarta.
Ia menyebut penyebab utama Coretax tidak berfungsi karena kesalahan desain sistem. Pemerintah kini mempekerjakan sejumlah pakar IT untuk memperbaikinya. Purbaya berjanji, sistem ini akan segera beroperasi penuh dalam dua hingga tiga minggu mendatang. Namun, di balik optimisme tersebut, data menunjukkan kontraksi tajam penerimaan pajak nasional. Pada Januari 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp88,9 triliun, turun 41,9 persen dibanding Januari 2024.
Kritik Partai X: Birokrasi Rusak, Negara Gagal Melayani Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai kegagalan Coretax menunjukkan penyakit lama birokrasi yang tak kunjung sembuh. Menurutnya, digitalisasi pajak seharusnya mempermudah rakyat, bukan justru membuat wajib pajak kesulitan membayar.
“Kalau sistem digital justru melambat, artinya birokrasi gagal beradaptasi. Rakyat yang niat taat pajak malah terhimpit,” tegas Rinto.
Ia menegaskan, negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika rakyat taat pajak tapi negara gagal melayani, maka fungsi negara telah cacat. Rinto juga mengkritik cara pemerintah menutupi kelemahan teknis dengan janji perbaikan.
“Pemerintah sibuk menambal sistem, tapi lupa menambal kepercayaan rakyat,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Hanyalah Pelayan, Bukan Penguasa
Partai X menegaskan bahwa pemerintah bukanlah penguasa, melainkan pelayan rakyat. Dalam prinsip Partai X, negara terdiri dari tiga unsur: wilayah, rakyat, dan pemerintah. Pemerintah hanya sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk bekerja secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan serta kesejahteraan. Namun dalam praktiknya, birokrasi sering bertindak seperti raja kecil. Pelayanan publik, termasuk sektor pajak, terjebak dalam sistem yang lamban dan tidak manusiawi.
“Rakyat itu pemilik negara. Pemerintah hanyalah sopir yang mengantarkan mereka ke tujuan kesejahteraan. Kalau sopir ugal-ugalan, bus bisa celaka,” ujar Rinto mengutip analogi Partai X.
Ia menegaskan, kegagalan Coretax bukan sekadar soal teknologi, melainkan cerminan lemahnya kepemimpinan dalam mengelola pelayanan publik.
Solusi Partai X: Reformasi Birokrasi dan Kedaulatan Digital Nasional
Partai X menawarkan solusi konkret untuk mengakhiri kegagalan struktural seperti Coretax. Pertama, pemisahan tegas antara negara dan pemerintah agar birokrasi tidak lagi menjadi alat kekuasaan rezim. Negara harus tetap berjalan meskipun pemerintah berubah. Kedua, transformasi birokrasi digital nasional dengan desain yang berbasis kepakaran dan akuntabilitas publik, bukan sekadar proyek pencitraan.
Ketiga, reformasi hukum berbasis kepakaran untuk memastikan sistem digital publik diawasi oleh profesional, bukan penguasa atau vendor partisan. Keempat, Musyawarah Kenegarawanan Nasional melibatkan empat pilar bangsa yaitu kaum intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya, untuk merancang ulang sistem pelayanan publik digital.Kelima, pendidikan moral dan berbasis Pancasila harus diterapkan di lembaga publik agar pejabat memahami esensi melayani, bukan dilayani.
Menurut Rinto, solusi ini akan menata ulang birokrasi agar tidak lagi membebani rakyat, tetapi benar-benar menjadi alat negara untuk kesejahteraan bersama.
Penutup: Saatnya Negara Kembali Melayani, Bukan Membebani
Partai X menilai lambannya Coretax adalah simbol kegagalan birokrasi digital yang hanya fokus pada proyek, bukan pada pelayanan. Negara tidak boleh terus menimpakan akibat kelalaian birokrasi kepada rakyat. Rakyat sudah berkorban waktu, uang, dan tenaga untuk taat pajak. Pemerintah harus sadar, melayani rakyat bukanlah kebaikan, tetapi kewajiban. Jika sistem terus gagal, maka yang gagal bukan teknologi, melainkan niat negara untuk melayani. Sebagaimana ditegaskan Partai X, negara bukan rezim, dan rezim bukan negara. Sudah saatnya pemerintah membuktikan, bahwa pelayanan publik adalah hak rakyat, bukan belas kasihan kekuasaan.