Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan wartawan adalah kata dan mata hati rakyat. Ia menyebut wartawan menyuarakan pikiran serta pertanyaan masyarakat yang seringkali tak muncul di ruang kekuasaan. “Wartawan membantu kami di MPR memberitakan tugas dan tanggung jawab kami kepada rakyat,” kata Muzani di Jakarta, Minggu.
Menurutnya, peran wartawan sangat penting dalam menjaga komunikasi antara rakyat dan lembaga negara. Bahkan dalam sejarah bangsa, seorang wartawan, M. Tabroni dari Madura, berperan besar mempopulerkan kata “Indonesia” pada Kongres Pemuda. “Beliau mengingatkan pentingnya satu bahasa dan semangat kebersamaan,” ujar Muzani.
Muzani menilai wartawan bukan sekadar penyampai berita, tetapi juga pendidik publik. Ia menekankan bahwa di tengah pasang surut pemerintahan, jurnalis tetap menjadi penjaga ideologi bangsa dan nurani masyarakat. “Wartawan mampu merasakan kegelisahan rakyat dan menyuarakannya dengan jujur,” katanya.
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai pernyataan Ketua MPR itu tepat. Menurutnya, kemerdekaan pers adalah tanda negara yang sehat dan pemerintah yang berani dikritik. “Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika pers dibungkam, maka rakyat kehilangan suara,” tegas Prayogi.
Ia mengingatkan bahwa pers yang bebas adalah bagian dari sistem pemerintahan yang berkeadilan. Kebebasan pers bukan ancaman bagi pemerintah, tapi cermin sejauh mana negara menghormati akal sehat publik.
Prayogi mengutip prinsip Partai X bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk mengelola negara. Karena itu, kebijakan negara wajib terbuka dan dapat dikritik. “Pers adalah kanal bagi rakyat untuk menagih janji konstitusi. Tanpa pers merdeka, tak ada akuntabilitas,” ujarnya.
Sebagai langkah solutif, Partai X mengusulkan empat langkah untuk memperkuat kemerdekaan pers nasional:
Prayogi menegaskan, Partai X berdiri di garis rakyat yang percaya pada peran media sebagai pengontrol kekuasaan. “Pers bebas adalah vitamin bagi demokrasi. Negara yang menolak dikritik, sejatinya menolak tumbuh,” pungkasnya.