beritax.id – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menanggapi protes warga Jombang terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 1.202 persen. Ia menyebut warga yang keberatan dapat menempuh mekanisme banding. Emil mengatakan, beberapa objek pajak di Jombang sedang menjalani appraisal ulang untuk menyesuaikan nilai tanah dengan kondisi terkini.
Menurut Emil, mekanisme banding memberi kesempatan warga menyampaikan kondisi riil dan kesulitan mereka. Ia menegaskan kepala daerah harus membuka ruang untuk wajib pajak. “Pendapatan daerah penting untuk pembangunan, tetapi kondisi masyarakat juga harus diperhatikan,” ujarnya. Emil berharap banding menjadi titik tengah yang adil, tidak memberatkan masyarakat, namun tetap menjaga pendapatan daerah.
Sebelumnya, warga Pulolor, Jombang, Fattah Rochim, memprotes kenaikan PBB-P2 dengan membayar pajak menggunakan uang koin. Tagihannya naik dari Rp400 ribu pada 2023 menjadi Rp1,2 juta di 2024 dan Rp1,3 juta di 2025. Ia menilai kenaikan itu tidak pernah disosialisasikan dengan jelas.
Partai X: Mekanisme Harus Dua Arah
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau ada mekanisme menaikkan pajak, harusnya ada juga mekanisme menurunkan pajak saat rakyat kesulitan,” ujarnya.
Partai X menekankan prinsip keadilan sosial, keberpihakan kepada rakyat kecil, dan transparansi kebijakan. Pajak daerah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi lokal. Kenaikan tanpa sosialisasi yang memadai melanggar asas keterbukaan dan partisipasi publik.
Solusi Partai X: Pajak Berkeadilan dan Responsif
Partai X mengusulkan evaluasi berkala atas kebijakan pajak daerah dengan melibatkan masyarakat. Sistem appraisal tanah harus dibarengi mitigasi dampak sosial agar tidak menimbulkan gejolak. Pemerintah daerah juga perlu membuat mekanisme penurunan tarif pajak sementara pada masa krisis ekonomi, sehingga beban rakyat tidak semakin berat.
Partai X menegaskan, pajak seharusnya menjadi alat pemerataan kesejahteraan, bukan beban yang membuat rakyat terpuruk. Kebijakan yang adil adalah kebijakan yang bergerak mengikuti kondisi rakyat, bukan hanya mengikuti angka di laporan pendapatan daerah.