Berita

Ribuan Hektare Musnah, Ribuan Alasan Terkuak
Berita Terbaru

Ribuan Hektare Musnah, Ribuan Alasan Terkuak

Dalam satu dekade terakhir, Sumatera Utara kehilangan ribuan hektare hutan akibat proyek energi, tambang, dan perkebunan skala besar. Namun setiap kali kerusakan ditanyakan, yang muncul bukan jawaban, melainkan alasan alasan tentang cuaca ekstrem, tentang kebutuhan energi, tentang pembangunan nasional, hingga tudingan bahwa kritik hanyalah kampanye negatif.

Hutan Batang Toru dulunya merupakan benteng ekologis yang menjaga kestabilan tanah dan air. Namun pembangunan PLTA, pembukaan akses jalan, dan aktivitas industri telah menggerus kawasan ini secara drastis.

Dampaknya sangat jelas:

  • lebih dari 70.000 hektare hutan hilang,
  • bukit kehilangan kekuatan penahan,
  • debit air sungai berubah secara ekstrem,
  • zona resapan air hilang,
  • dan ekosistem menjadi rapuh.

Kerusakan ini bukan kabar baru. Yang baru hanyalah alasan-alasan pemerintah setiap kali masalah ini diangkat ke publik.

Ketika Bencana Datang, Alasan Muncul Lebih Cepat daripada Bantuan

Banjir bandang dan longsor yang melanda Tapanuli pada 2025 seharusnya menjadi momentum untuk introspeksi.
Namun yang terjadi justru sebaliknya:

  • pemerintah pusat menyebut kritik sebagai propaganda
  • pejabat daerah menyalahkan hujan,
  • korporasi diam seribu bahasa,
  • dan proses evaluasi izin tidak bergerak.

Sementara rumah hanyut dan warga terpaksa mengungsi, alasan demi alasan dilontarkan untuk mengalihkan perhatian dari kerusakan hutan yang menjadi akar bencana.

Pemerintah Daerah Ikut Menambah Daftar Alasan

Alih-alih mengakui kerusakan ekologis sebagai faktor utama, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution memilih narasi penyangkalan.
Ia bersikeras bahwa bencana murni akibat cuaca ekstrem, bukan karena hutan yang habis atau bukit yang dipapas.

Pernyataan tersebut bukan hanya keliru, tetapi juga berbahaya. Dengan menolak mengakui penyebab sebenarnya, pemerintah daerah juga menolak membuka pintu evaluasi terhadap perusahaan besar dan itu berarti risiko akan terus meningkat. Di saat rakyat membutuhkan kejelasan, yang datang justru alasan tambahan.

Ribuan Alasan Tidak Akan Mengembalikan Hutan

Kerusakan ekologis tidak dapat dipulihkan dengan narasi atau konferensi pers. Setiap hektare hutan yang hilang membutuhkan puluhan tahun untuk kembali, dan setiap bukit yang digali butuh lebih lama lagi untuk stabil.

Namun pemerintah lebih aktif menghasilkan alasan daripada rencana pemulihan jangka panjang.

Masalahnya sederhana: selama alasan terus diproduksi, tanggung jawab terus dihindari, dan bencana semakin dekat.

Prayogi R. Saputra: “Negara tidak boleh terus menambah alasan ketika yang hilang adalah keselamatan rakyat”

Menanggapi rangkaian alasan yang menutupi fakta kerusakan lingkungan, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R. Saputra menyampaikan kritik keras:

“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi kalau hutan hilang dan yang muncul hanya alasan, berarti negara tidak menjalankan satu pun dari tiga tugas itu.”

Ia menegaskan bahwa alasan tidak akan menghentikan bencana, dan negara harus kembali kepada tanggung jawab dasarnya.

“Rakyat tidak butuh alasan, rakyat butuh perlindungan. Negara jangan menutupi kerusakan dengan narasi tindakannya yang harus nyata.”

Solusi: Berhenti Mencari Alasan, Mulai Mencari Jalan Keluar

Partai X menawarkan langkah konkret untuk menghentikan budaya penyangkalan dan memulihkan ekosistem yang rusak:

  • Audit independen atas seluruh kerusakan hutan di Sumatra Utara. Hasilnya wajib dipublikasikan agar masyarakat mengetahui skala sebenarnya.
  • Evaluasi dan pencabutan izin perusahaan yang merusak lingkungan. Termasuk proyek energi, tambang, dan perkebunan.
  • Moratorium pembangunan di kawasan bernilai konservasi tinggi. Batang Toru harus menjadi zona lindung permanen.
  • Rehabilitasi ekologis besar-besaran di hulu DAS. Restorasi berbasis sains, bukan penanaman simbolis.
  • Sistem tanggap darurat berbasis data ilmiah. Setiap peringatan dini harus memicu langkah cepat, bukan alasan baru.
  • Kewajiban pemerintah untuk mendengar kritik dan masukan publik. Karena kritik adalah peringatan awal sebelum bencana terjadi.

Kerusakan lingkungan di Sumatra Utara adalah fakta, bukan opini. Ribuan hektare hutan tidak hilang dengan sendirinya. Mereka hilang karena keputusan politik, izin yang longgar, dan pengawasan yang lemah.

Selama pemerintah lebih cepat menghasilkan alasan daripada solusi, rakyat akan selalu berada di posisi paling rentan. Sudah saatnya negara berhenti menutup kenyataan dan mulai menegakkan tanggung jawab ekologisnya.