Kabar pemblokiran anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di tahun 2025 cukup menghebohkan publik. Banyak yang berasumsi kelanjutan proyek berasumsi tersebut bakal dihentikan.
Isu tersebut muncul setelah Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengonfirmasi jika anggaran untuk IKN hingga Februari 2025 belum ada realisasi. Hal ini disebabkan oleh pemblokiran anggaran sebesar Rp 81 triliun sesuai dengan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025.
Itu artinya, belum ada belanja infrastruktur yang dilakukan guna melanjutkan mega proyek IKN karena seluruh anggaran di Kementerian PU masih diblokir. Padahal, di awal tahun 2025 lalu, Presiden Prabowo Wubianto dikabarkan telah menyetujui untuk mengalokasikan dana senilai Rp48,8 triliun untuk melanjutkan mega proyek IKN tahap kedua di tahun 2025-2029 mendatang.
“Realisasi anggaran IKN kayaknya belum ada semua, anggarannya kita diblokir. Kok tanya progress gimana, anggarannya yang nggak ada,” kata Dody.
Menanggapi hal tersebut, anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan pemerintah terkait mega proyek IKN. Partai X mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan yang jelas terkait pemblokiran anggaran pembangunan IKN.
“Pemerintah harus menjelaskan kepada publik alasan pemblokiran ini. Jika ada kendala teknis atau anggaran, maka perlu ada solusi konkret, bukan sekadar menunda tanpa kepastian,” ujarnya.
Prayogi menegaskan, Partai X selalu mengedepankan prinsip keadilan sosial dan pemerintahan yang bersih. Ia menilai pemblokiran anggaran tanpa komunikasi yang jelas dapat menciptakan ketidakpercayaan publik dan menimbulkan spekulasi negatif. Seharusnya, pemerintah memastikan transparansi dalam setiap kebijakan yang dibuat untuk memperkuat sistem pengawasan yang efektif guna mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“IKN bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi simbol pemerataan pembangunan dan masa depan Indonesia. Jika anggarannya diblokir tanpa ada strategi penyelesaian yang jelas, proyek ini berisiko mangkrak dan justru merugikan negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prayogi menjelaskan, pemblokiran anggaran pembangunan IKN menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas pemerintah dalam mengelola sumber daya negara. Di satu sisi, langkah ini mungkin mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam penggunaan anggaran, terutama dalam situasi ekonomi yang menantang.
Namun, kata Prayogi, kurangnya komunikasi yang transparan dapat menimbulkan spekulasi dan ketidakpercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam proyek strategis ini. Selain itu, pemblokiran anggaran dapat berdampak pada persepsi investor dan mitra internasional mengenai stabilitas dan konsistensi kebijakan pembangunan di Indonesia.
“Karena itu perlu langkah proaktif dari pemerintah untuk menjelaskan alasan di balik pemblokiran tersebut dan memastikan bahwa keputusan ini tidak menghambat upaya pemerataan pembangunan yang menjadi tujuan utama dari proyek IKN,” jelasnya.
Lantas, Bagaimana Pemerintah Harus Menyelesaikan Proyek Ini?
Menurut Prayogi, pemerintah perlu mengambil langkah strategis agar proyek IKN tidak terbengkalai. Beberapa rekomendasi tersebut, antara lain dengan melakukan transparansi penggunaan anggaran. Dalam hal ini, pemerintah harus membuka data mengenai status keuangan proyek IKN dan menjelaskan kepada publik alasan pemblokiran anggaran. Hal ini akan menciptakan kepercayaan dan mencegah spekulasi negatif.
Kemudian, dijelaskan Prayogi, pemerintah juga perlu melakukan optimalisasi investasi swasta. Karena, jika anggaran negara mengalami kendala, pemerintah bisa mempercepat keterlibatan investor swasta dengan memberikan insentif yang menarik. “serta memastikan bahwa regulasi yang diterapkan memberikan kepastian hukum bagi mereka,” katanya.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi manajemen proyek. Dalam artian, tata kelola mega proyek IKN berjalan secara efisien dan bebas dari potensi pemborosan atau penyimpangan anggaran. Terakhir, menuntaskan imnfrastruktur prioritas.
“Jadi, pemerintah harus menentukan prioritas pembangunan yang harus diselesaikan terlebih dahulu, seperti jalan utama, fasilitas pemerintahan, dan hunian bagi aparatur sipil negara yang akan dipindahkan,” ungkap Prayogi.