Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan kebijakan tegas dengan membatasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya untuk tiga kriteria utam, yakni penciptaan lapangan kerja dan produktivitas ekonomi, mendukung swasembada pangan dan energi, serta inovasi teknologi. Keputusan ini bertujuan untuk memastikan dana APBN digunakan secara efektif dan efisien demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Kebijakan Prabowo Subianto ini mendapat perhatian luas, termasuk dari Partai X yang dikenal dengan komitmennya terhadap pengelolaan kekuasaan secara efektif, efisien, dan transparan demi kesejahteraan masyarakat.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyatakan, langkah Prabowo terkait kebijakan pembatasan dana APBN tersebut bisa dikatakan sebagai langkah strategis pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan berfokus ke tiga hal tersebut, maka pemerintah dinilai menunjukkan komitmen dalam mewujudkan keadilan sosial.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada transparansi, pengawasan, dan komitmen pemerintah untuk tetap mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya. Rinto juga menegaskan, terkait kebijakan ini perlu dilakukan dijalankan dengan tepat dan ketat.
“Kebijakan ini, jika dijalankan dengan tepat, berpotensi besar meningkatkan produktivitas nasional dan kemandirian bangsa. Namun, perlu pengawasan ketat agar penggunaan APBN tidak menyimpang dari tujuan utamanya,” ujarnya.
Rinto menambahkan, pembatasan APBN ini juga mencerminkan implementasi sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, fokus pada penciptaan lapangan kerja dan swasembada merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketimpangan sosial yang selama ini menjadi isu krusial.
Akan tetapi, lagi-lagi Rinto mengingatkan pemerintah, bila pelaksanaan kebijakan ini memerlukan transparansi dan mekanisme evaluasi yang jelas. “Kita harus memastikan bahwa fokus pada tiga prioritas tersebut tidak mengorbankan sektor lain yang juga krusial, seperti pendidikan dan kesehatan. Pemerintah perlu merancang indikator keberhasilan yang dapat diukur secara objektif,” jelasnya.
Dikatakan Rinto, pembatasan APBN dapat menimbulkan potensi resistensi dari kelompok-kelompok tertentu yang merasa kepentingannya terpinggirkan. Oleh karena itu, dialog dengan semua pihak yang berkepentingan harus dilakukan untuk mengurangi potensi konflik.
“Pelaksanaan kebijakan ini harus haruus dipastikan implementasinya sesuai dengan rencana. Selain itu, perlu ada keterbukaan informasi kepada publik agar masyarakat dapat memantau langsung penggunaan anggaran negara,” katanya.
Lebih jauh, menurut Rinto, akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Ia mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan lembaga audit independen untuk memantau efektivitas program-program yang didanai oleh APBN. “Jika ada penyimpangan, harus segera ditindak tegas. Ini untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tegasnya.