Berita

Pajak Tumbuh, Negara Tangguh: Refleksi Pemikiran Cak Nun tentang Pajak sebagai Sodaqoh
Berita Terbaru

Pajak Tumbuh, Negara Tangguh: Refleksi Pemikiran Cak Nun tentang Pajak sebagai Sodaqoh

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute.

beritax.id - Hari Pajak yang diperingati setiap 14 Juli selalu membawa tema yang menggugah: "Pajak Tumbuh, Negara Tangguh". Tema ini tak sekadar slogan, tetapi ajakan untuk melihat kembali akar fungsi pajak sebagai fondasi pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Namun, di balik angka dan target penerimaan, tersimpan pertanyaan mendalam: apakah rakyat sudah benar-benar percaya dan ikhlas dalam membayar pajak?

Ketika banyak pihak membicarakan pajak hanya dalam kerangka hitung-hitungan fiskal, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) justru menawarkan perspektif yang lebih hakiki. Dalam sebuah kesempatan, Mbah Nun, sapaan akrab Cak Nun, mengajak masyarakat. Terutama generasi muda, untuk menemukan alasan personal dan spiritual dalam membayar pajak.

Membayar Pajak sebagai Shadaqah

Cak Nun menegaskan, pajak seharusnya tidak semata menjadi beban administratif, tetapi dijalankan dengan niat ibadah shadaqah. Ia mengingatkan pesan luhur: Al yadul ulya khoirun min yadis sufla, tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.

Dengan niat shadaqah, setiap rupiah yang dibayarkan bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan kemuliaan. Shadaqah pajak, kata Cak Nun, disertai doa agar negara sembodo, menyenangkan dan menenangkan rakyat, adil, transparan, dan mampu menjelaskan dengan jelas ke mana pajak digunakan.

“Ya awakmu mencari alasan bayar pajak, Anda mulia, sambil berdoa supaya negara sembodo,” pesan Cak Nun kepada semua yang hadir.

Lebih jauh, beliau meyakini, siapa pun yang menunaikan shadaqah dengan ikhlas akan dibalas dengan rezeki yang lancar dan berkah. Pajak yang dibayarkan dengan niat spiritual justru akan menjadi jembatan keberkahan dalam hidup.

Indonesia: Negeri yang Disiram Kemakmuran

Cak Nun tak sekadar bicara pajak dalam batas sempit. Beliau mengajak kita melihat panorama lebih luas: Indonesia adalah tanah yang diberkahi Allah dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang luar biasa.

Dalam simbol spiritual, Catra di puncak Candi Borobudur menggambarkan turunnya rezeki dari langit ke bumi, sebuah pesan bahwa bumi Nusantara seharusnya menjadi pusat kemakmuran dunia.

Namun, kemakmuran yang sudah dianugerahkan Allah itu belum sepenuhnya dikelola dengan manajemen ketatanegaraan yang benar. Ketika kemakmuran itu gagal dikelola secara adil dan merata, rakyat pun ragu, kecewa, bahkan merasa terbebani saat harus membayar pajak.

Meniru Allah dalam Memberi

Cak Nun juga mengingatkan, ibadah mahdhah yang kita lakukan, shalat, puasa, zakat, hakikatnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan anugerah Allah yang tak terhitung jumlahnya.

Dengan cara yang sama, negara seharusnya meniru cara Allah: memberi lebih dulu, memfasilitasi rakyat, membesarkan keadilan, lalu menuntut kewajiban pajak dengan penuh empati. Aparatur negara dan fiskus harus belajar menjadi pelayan yang sabar, bukan pemungut yang arogan.

Pajak, Kepercayaan, dan Keadilan

Hari ini, masyarakat sering melihat pajak sebagai beban. Namun jika pemerintah dan aparat perpajakan mampu menunjukkan keteladanan, transparansi, dan pelayanan yang adil, maka pajak akan tumbuh bukan hanya sebagai angka, melainkan sebagai kepercayaan yang hidup.

Negara yang tangguh lahir bukan dari APBN yang besar saja, melainkan dari rasa percaya rakyat yang tidak dikhianati.

Penutup: Indonesia Sebagai Pusat Kesejahteraan

Pada akhirnya, Indonesia akan benar-benar menjadi pusat kesejahteraan dunia jika manajemen ketatanegaraan dijalankan dengan benar: meniru Allah dalam memberi, menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, dan memaknai pajak bukan sekadar pungutan, tetapi sebagai wujud shadaqah sosial yang suci.

"Bagi wajib pajak, bayarlah pajak sesuai kewajiban agar negara kuat.
Bagi fiskus, terimalah pajak sesuai hak agar tercipta keadilan."
Itulah Motto IWPI