Berita

Cak Nun: Kalau Indonesia Mau Selamat, Presidennya Harus Mau "Sinau Bareng", Bukan Sok Paling Tahu!
Berita Terbaru

Cak Nun: Kalau Indonesia Mau Selamat, Presidennya Harus Mau "Sinau Bareng", Bukan Sok Paling Tahu!

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Budayawan sekaligus pemikir bangsa, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, seringkali melontarkan refleksi tajam tentang kondisi kepemimpinan Indonesia. Dalam salah satu forum diskusi kebangsaan, Cak Nun menegaskan bahwa salah satu kunci keselamatan bangsa adalah kerendahan hati pemimpin untuk sinau bareng (belajar bersama), bukan merasa diri paling tahu dan selalu benar.

"Agar Indonesia selamat, kita harus sinau bareng. Jangan merasa paling tahu. Ini semua orang merasa paling tahu dan tidak pernah merasa salah, entah itu presidennya, menterinya. Apa pernah ada menteri yang merasa salah? Apa pernah ada presiden yang merasa salah? Tidak pernah. Apa pernah ada kiai yang merasa salah?" tegas Cak Nun.

Menurut Cak Nun, sifat merasa paling benar ini menjadi pangkal kerusakan sistemik di semua lini pemerintahan. Sejak lama, rakyat disuguhi parade keangkuhan para pejabat yang jarang, atau bahkan tidak pernah, mau mengakui kesalahan. Dalam dunia politik dan birokrasi, mengaku salah dianggap sebagai kelemahan, padahal justru itulah tanda kebesaran jiwa.

Ia juga menyinggung fenomena "mengajar" yang salah kaprah di masyarakat. Banyak orang berlomba-lomba merasa sebagai guru, merasa paling tahu, padahal hidupnya belum penuh dengan pengalaman yang nyata.

"Saya mengadakan belajar bersama karena saya tahu kalau saya tidak tahu. Makanya saya mengajak untuk belajar bersama-sama. Jadi saya ke sini itu belajar, mencari ilmu itu wajib bagi muslim maupun muslimah. Wajib bagi siapa? Ya bagi murid, dong. Berarti tidak ada yang namanya mengajar itu wajib, tidak ada. Yang ada itu belajar," ujar Cak Nun.

Fenomena da’i cilik, mahasiswa yang sudah berani menasihati orang lain padahal belum mandiri, serta masyarakat yang mudah menyalahkan, menunjukkan bahwa bangsa ini kekurangan kesadaran akan pentingnya belajar dan mengakui keterbatasan diri.

Hukum yang Membingungkan

Cak Nun juga menyinggung carut-marut hukum yang membingungkan rakyat. Banyak rakyat yang terpaksa menyuap demi mendapatkan izin, namun akhirnya ditangkap dengan tuduhan penyuapan. Padahal, menurut Cak Nun, masalah utamanya adalah pemerasan oleh aparat atau pejabat.

"Sebenarnya yang lebih berdosa itu yang menyuap atau yang memeras? Memeras, ya. Tapi hukum pemerasannya malah tidak ada, yang ada penyuapan," katanya.

Kritik ini menunjukkan betapa dalam kerusakan logika hukum dan administrasi di Indonesia. Rakyat didorong untuk "memaklumi" ketidakadilan, sementara pemerintah terus mengokohkan narasi seolah merekalah dermawan yang "membantu" rakyat lewat bansos, beras murah, makan gratis, dan lainnya. Padahal, seharusnya pemerintah menyadari posisinya sebagai buruh rakyat, yang digaji dan diberi amanah oleh rakyat.

Cak Nun menekankan, jika mental sok tahu ini tidak segera diubah, maka bangsa ini akan terus berputar dalam lingkaran krisis. Tidak cukup hanya slogan "reformasi", "demokrasi", atau "pemulihan ekonomi" tanpa keberanian untuk membongkar akar kesalahan.

Solusi: Revolusi Damai Ketatanegaraan

Sebagai jawaban, Cak Nun menawarkan gagasan revolusi damai ketatanegaraan, reformasi menyeluruh terhadap struktur negara, bukan sekadar ganti pemimpin atau tambal sulam peraturan. Revolusi damai ini menuntut perubahan cara berpikir: dari mental penguasa mutlak menjadi pelayan sejati rakyat, dari merasa tahu segalanya menjadi rendah hati untuk belajar bersama.

Indonesia harus kembali pada kedaulatan rakyat sepenuhnya, bukan pada kepentingan partai, kelompok, atau elite tertentu. Pembentukan Dewan Negara sebagai forum musyawarah nasionalis sejati, yang jernih dari kepentingan politik, bisa menjadi langkah awal untuk merumuskan ulang konstitusi dan struktur negara.

"Kalau kita ingin selamat, harus mulai dengan sinau bareng, bukan sok tahu. Negara yang besar lahir dari kerendahan hati dan keberanian mengakui salah," pesan Cak Nun yang menggema.

Kini, di tengah kondisi sosial, ekonomi, dan hukum yang kian rapuh, ajakan Cak Nun ini seharusnya menjadi panggilan nurani bagi semua pemimpin dan rakyat yang merindukan Indonesia benar-benar Merdeka, bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam jiwa dan kenyataan.