Berita

Menkeu Purbaya Bilang Ekonomi Melambat Bisa Cepat Pulih, Cak Nun: Indonesia Sedang Dibohongi
Berita Terbaru

Menkeu Purbaya Bilang Ekonomi Melambat Bisa Cepat Pulih, Cak Nun: Indonesia Sedang Dibohongi

Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Sehari setelah dilantik, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan pernyataan yang penuh optimisme, “Ekonomi sedang agak melambat, tetapi sudah kami pelajari kelemahannya, dan ke depan akan kami perbaiki. Jadi itu tidak terlalu sulit”dikuti dari CNN Indonesia. Penegasan bahwa "tak sulit memperbaikinya" mengundang tanya, apakah persoalan ekonomi sekompleks ini benar-benar bisa diselesaikan sesederhana itu?

Optimisme vs Realitas

Langkah pertama seorang Menkeu baru jelas menghadapi harapan tinggi. Namun, menyebut geografis perlambatan ekonomi sebagai “bisa diperbaiki dengan mudah” berpotensi mereduksi realitas yang dirasakan rakyat, inflasi yang membelit, PHK yang mengkuatirkan, hingga ekspor-impor yang goyah. Apalagi ketika pertumbuhan ekonomi digantungkan pada harapan bahwa rakyat akan lebih fokus cari kerja daripada demo. Tidak salah berfokus pada pertumbuhan, tapi menyederhanakan akar permasalahan justru menciptakan kesan bahwa suara rakyat diabaikan.

Konstitusi vs Kenyataan Kekuasaan

Angka melambat bukan sekadar statistik tetapi itu adalah kehidupan yang tergerus pada tiap ibu kos, buruh pabrik, dan mahasiswa yang menabung agar bisa lulus. Ketika optimisme besar seperti ini dipastikan hadir tanpa menyentuh keresahan rakyat, muncul kesenjangan antara negara dan warga. Padahal, konstitusi menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Namun, dalam politik hari ini, rakyat kerap dijadikan objek belas kasihan, bukan sebagai pemilik negara yang sah.

Cak Nun: "Kalau Kamu Tidak Paham, Kamu Dibohongi"

Inilah momen untuk mengingat pesan kritis budayawan Cak Nun, "Pemimpin Indonesia haruslah negarawan tingkat dunia… kamu tidak mengerti Indonesia, kalau kamu tidak memahami apa yang dilakukan dunia kepada Indonesia, kamu itu diapusi. Kalau kamu tidak tahu diapusi, bagaimana kamu mau membangun negara?" Cak Nun mengecam kalau pemimpin lupa bahwa memahami arus global adalah kunci agar tidak terjebak dalam ilusi pertumbuhan yang retoris dan kosong.

Nilainya: pertumbuhan instan tanpa pemahaman kontekstual adalah tipu daya. Optimisme tanpa basis riset, strategi jangka panjang, dan sensitivitas sosial bukan hanya dangkal, itu bohong. Dan jika masyarakat tidak sadar dibohongi, negara akan dibangun di atas fondasi dusta.

Menkeu Purbaya: Sudah di Level Ini?

Dengan kata lain, pertanyaannya adalah: Apakah Menkeu Purbaya sudah tampak sebagai "ilmuwan filsuf budayawan diplomat tingkat dunia" seperti yang disebut Cak Nun? Dari narasi awalnya yang menjanjikan optimisme cepat dan mudah, tanpa imbuhan rencana konkret, jawabannya tampak belum. Seorang pemimpin keuangan idealnya memahami ekonomi domestik dan global. Merakit data dan kebijakan agar rakyat dan negara sama-sama tumbuh secara adil.

Sejauh ini, Purbaya bicara optimisme, namun belum terlihat refleksi mendalam: bagaimana kebijakan fiskal menyentuh rakyat, bagaimana menjaga defisit tanpa menambah utang jangka panjang, bagaimana memulihkan ekonomi pasca-pandemi tanpa mengabaikan pengangguran dan inflasi.

Kembalikan Konstitusi, Hentikan Tipu Daya Angka

Rakyat membutuhkan lebih dari janji muluk; mereka butuh kebijakan yang konkret, dialog terbuka, dan pemimpin yang menyadari bahwa negara adalah alat rakyat. Jika pertumbuhan ekonomi hanya didasarkan pada bagaimana “mengisi perut” agar rakyat tak demo, maka itu adalah penyederhanaan brutal terhadap demokrasi.

Cak Nun mengingatkan bahwa ketika pemerintah merasa sebagai "tuan", warga menjadi budak. Pejabat yang tidak paham, yang lupa sedang dibohongi, adalah ancaman terhadap republik itu sendiri.

Mengakhiri Opini

Menkeu baru tentu boleh optimis. Namun, di saat yang sama harus bijak dan transparan. Perlu strategi yang mencakup ekonomi mikro rakyat, reformasi struktural, dan diplomasi global yang kuat. Bukan sekadar ngomong "gampang diperbaiki". Karena ketika pemerintah terus berlagak sebagai dermawan di atas penderitaan rakyat yang sebenarnya "bos" sejatinya, maka itulah bentuk terbesar pengkhianatan terhadap konstitusi dan kepercayaan publik.