Kalau urusan bikin undang-undang aja sering terasa jauh dari kebutuhan rakyat, gaya hidup anggota DPR justru bikin jurang makin lebar. Hidup mereka kayak di dimensi lain, penuh privilese, sementara rakyat lagi jungkir balik mikirin bayar kontrakan atau cicilan. Hasilnya? Ada "jurang empati" yang bikin mereka susah banget nyambung sama realita rakyat.
Label Harga Jadi Wakil Rakyat
Menjadi anggota DPR ternyata paket lengkap dengan gaji dan tunjangan yang gila-gilaan. Total take home pay bisa tembus lebih dari Rp100 juta per bulan. Bayangin, itu 20-30 kali lipat gaji rata-rata pekerja formal!
Yang paling bikin publik ngamuk? Tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan. Alasannya sih, rumah dinas udah gak layak. Tapi masyarakat jelas gak bisa terima, apalagi mayoritas orang Indonesia cuma bisa ngimpi punya kontrakan Rp2-5 juta per bulan.
Kontrasnya brutal banget: rakyat hidup di UMR rata-rata Rp3,5 juta, sedangkan "wakilnya" bisa ambil sewa rumah setara 14x lipat UMR. Orang jadi makin mikir, "Kerja DPR sepadan gak sih sama gaji segitu?"
Dan yang ironis, fasilitas mewah ini terus jalan di tengah pemerintah teriak-teriak soal efisiensi anggaran. Rakyat disuruh hemat, tapi wakil rakyat malah jor-joran.
Yang bikin tambah nyesek adalah jadi anggota DPR gak wajib punya gelar S1 atau pendidikan tinggi. Bahkan kalau mau, gelar akademis bisa dibeli. Jadi, tanpa harus kuliah jungkir balik, tanpa harus mikirin skripsi atau biaya kampus yang mahal, mereka bisa duduk di kursi parlemen dengan gaji ratusan juta.
Sementara jutaan anak muda yang sekolah mati-matian, ngutang demi ijazah, ujung-ujungnya kerja dengan gaji pas-pasan.
Singkatnya...
DPR vs Rakyat tuh ibarat dua dunia paralel:
Jurang ini gak cuma soal angka, tapi soal pengalaman hidup. Dan selama jurang empati ini gak ditutup, DPR bakal lebih mirip penjaga status quo ketimbang wakil rakyat beneran.
Flexing, Seni Baru di Senayan
Masalahnya gak cuma soal angka gaji. Banyak anggota dewan (atau keluarganya) malah hobi pamer kekayaan di media sosial. Flexing jadi semacam hobi: tas ratusan juta, sepatu belasan juta, rumah ratusan miliar, bahkan ada yang dengan bangga pose sama tumpukan duit. Sampai ada yang terekam ngomong enteng: "Kita rampok aja uang negara ini."
Buat masyarakat yang lagi pusing mikirin beras sama biaya sekolah anak, ini rasanya kayak ditampar. Flexing mereka udah jadi bentuk penghinaan.
Lebih nyesek lagi, waktu publik kritik, ada yang malah nyolot balik. Contohnya, Ahmad Sahroni bilang pengkritik DPR itu "orang tolol sedunia". Alih-alih introspeksi, makin keliatan arogan. Bukannya dipecat malah cuma dimutasi.
Solusi Partai X
Partai X menegaskan, bangsa ini tidak akan selamat jika kekuasaan hanya dijadikan alat mempertebal tunjangan. Ada langkah penyembuhan yang harus segera ditempuh:
Nukan cuma DPR yang harus berubah, tapi seluruh sistem harus dibangun ulang untuk melayani rakyat, bukan diri sendiri. Ingat! Kita, sebagai rakyat adalah bos. Dan pemerintah adalah pelayan rakyat.