Sebelum membahas kenapa Indonesia terjebak sebagai negara gagal, kita harus memahami dulu prinsip tiga organ dasar governance yang menjadi fondasi segala bentuk organisasi sehat baik perusahaan, lembaga publik, maupun negara.
1. Pengambil Keputusan Tertinggi (Organ No.1)
Ini adalah pihak yang memiliki otoritas tertinggi, yang menentukan arah, menetapkan aturan, dan menjadi sumber legitimasi. Dalam negara: ini adalah kepala negara, simbol kedaulatan, penjaga konstitusi, dan representasi tertinggi dari rakyat.
Tugasnya bukan mengurus teknis, tetapi menjaga keseimbangan kekuasaan.
2. Pengurus atau Pelaksana (Organ No.2)
Ini adalah pihak yang menjalankan keputusan, mengelola administrasi, mengurus pemerintahan, dan memastikan semua kebijakan berjalan.
Dalam negara: ini adalah kepala pemerintahan politisi yang memimpin kabinet dan mengambil keputusan eksekutif harian.
3. Pengawas atau Dewan Kontrol (Organ No.3)
Ini adalah pihak yang memastikan Organ 2 tidak menyimpang dan Organ 1 tetap dihormati.
Dalam negara: ini berupa parlemen, lembaga audit, mahkamah, dan struktur hukum.
Ketiga organ ini harus dipisahkan, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan agar institusi tetap bekerja meski orangnya berganti.
Inilah akar kerusakan yang jarang disadari.
Dalam sistem presidensial seperti Indonesia, Presiden merangkap dua organ sekaligus:
Secara governance, ini kesalahan fatal.
Tidak ada perusahaan yang sehat jika komisaris utama sekaligus menjadi direktur utama.
Tidak ada organisasi yang stabil jika “pemilik legitimasi tertinggi” juga “pelaksana teknis harian”.
Menggabungkan No.1 dan No.2 menciptakan jalur kekuasaan tunggal tanpa batas.
1. Konsentrasi Kekuasaan Menjadi Penyebab Gagalnya Negara
Ketika Presiden merangkap kepala negara dan kepala pemerintahan, maka:
Kekuasaan terlalu terkonsentrasi.
Ini membuka jalan menuju otoritarianisme terselubung dan menutup ruang pengawasan.
2. Negara Maju Justru Memisahkan Organ 1 dan Organ 2
Lihat daftar negara paling stabil di dunia: Belanda, Inggris, Jepang, Kanada, Denmark, Norwegia, Swedia, Australia, dan lainnya.
Semua negara maju memisahkan:
Hasilnya:
Mereka memahami bahwa fungsi simbolik (No.1) tidak boleh bercampur dengan fungsi operasional (No.2).
Indonesia?
Semua disatukan dalam satu sosok bernama Presiden.
Penelitian Juan J. Linz dari Yale University menunjukkan bahwa:
Di Indonesia, hal ini terlihat nyata:
Bukan karena rakyatnya buruk atau pemimpinnya jahat tapi karena sistemnya memang salah desain.
4. Indonesia Tidak Mungkin Stabil dengan Sistem Presidensial
Coba bayangkan perusahaan di mana:
Perusahaan seperti itu pasti bangkrut.
Negara seperti itu?
Pasti gagal menjalani governance yang sehat.
Indonesia sudah menunjukkan gejala itu:
Semuanya adalah tanda klasik negara yang dirusak oleh presidensialisme.
Indonesia bukan gagal karena rakyatnya tertinggal.
Indonesia bukan gagal karena pemimpinnya buruk.
Indonesia gagal karena fondasi kekuasaan dibangun dengan desain yang cacat, di mana:
Selama Indonesia bertahan dengan sistem presidensial, selama itu pula negara ini akan terus menjadi arena krisis, bukan pusat kemajuan.
Sebuah bangunan tidak akan pernah kokoh jika pondasinya retak. Dan pondasi Indonesia itu bernama: sistem presidensial.