Berita

Indonesia dan Krisis Akibat Sistem Pemerintahan Presidensial
Berita Terbaru

Indonesia dan Krisis Akibat Sistem Pemerintahan Presidensial

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Sebelum membahas kenapa Indonesia terjebak sebagai negara gagal, kita harus memahami dulu prinsip tiga organ dasar governance yang menjadi fondasi segala bentuk organisasi sehat baik perusahaan, lembaga publik, maupun negara.

1. Pengambil Keputusan Tertinggi (Organ No.1)

Ini adalah pihak yang memiliki otoritas tertinggi, yang menentukan arah, menetapkan aturan, dan menjadi sumber legitimasi. Dalam negara: ini adalah kepala negara, simbol kedaulatan, penjaga konstitusi, dan representasi tertinggi dari rakyat.

Tugasnya bukan mengurus teknis, tetapi menjaga keseimbangan kekuasaan.

2. Pengurus atau Pelaksana (Organ No.2)

Ini adalah pihak yang menjalankan keputusan, mengelola administrasi, mengurus pemerintahan, dan memastikan semua kebijakan berjalan.

Dalam negara: ini adalah kepala pemerintahan politisi yang memimpin kabinet dan mengambil keputusan eksekutif harian.

3. Pengawas atau Dewan Kontrol (Organ No.3)

Ini adalah pihak yang memastikan Organ 2 tidak menyimpang dan Organ 1 tetap dihormati.
Dalam negara: ini berupa parlemen, lembaga audit, mahkamah, dan struktur hukum.

Ketiga organ ini harus dipisahkan, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan agar institusi tetap bekerja meski orangnya berganti.

Masalahnya: Sistem Presidensial Menggabungkan Organ No.1 dan No.2

Inilah akar kerusakan yang jarang disadari.

Dalam sistem presidensial seperti Indonesia, Presiden merangkap dua organ sekaligus:

  • sebagai Kepala Negara (pengambil keputusan tertinggi), dan
  • sebagai Kepala Pemerintahan (pengurus/pelaksana harian)

Secara governance, ini kesalahan fatal.
Tidak ada perusahaan yang sehat jika komisaris utama sekaligus menjadi direktur utama.
Tidak ada organisasi yang stabil jika “pemilik legitimasi tertinggi” juga “pelaksana teknis harian”.

Menggabungkan No.1 dan No.2 menciptakan jalur kekuasaan tunggal tanpa batas.

1. Konsentrasi Kekuasaan Menjadi Penyebab Gagalnya Negara

Ketika Presiden merangkap kepala negara dan kepala pemerintahan, maka:

  • Presiden membuat arah negara
  • Presiden menjalankan arah negara
  • Presiden menetapkan kebijakan
  • Presiden mengeksekusi kebijakan
  • Kritik terhadap pemerintah dianggap kritik terhadap negara

Kekuasaan terlalu terkonsentrasi.
Ini membuka jalan menuju otoritarianisme terselubung dan menutup ruang pengawasan.

2. Negara Maju Justru Memisahkan Organ 1 dan Organ 2

Lihat daftar negara paling stabil di dunia: Belanda, Inggris, Jepang, Kanada, Denmark, Norwegia, Swedia, Australia, dan lainnya.

Semua negara maju memisahkan:

  • Kepala negara yang bersifat netral, penjaga kedaulatan, bukan politisi.
  • Kepala pemerintahan yang menjalankan negara secara teknis.

Hasilnya:

  • Pemerintahan stabil puluhan tahun
  • Korupsi rendah
  • Politik lebih terkendali
  • Kebijakan jangka panjang terjaga
  • Negara tidak dikendalikan satu figur

Mereka memahami bahwa fungsi simbolik (No.1) tidak boleh bercampur dengan fungsi operasional (No.2).

Indonesia?
Semua disatukan dalam satu sosok bernama Presiden.

3. Bukti Empiris: Presidensialisme Menghasilkan Krisis dan Kegagalan

Penelitian Juan J. Linz dari Yale University menunjukkan bahwa:

  • Negara presidensial paling sering mengalami krisis politik
  • Mudah terjadi perebutan kekuasaan
  • Kebijakan jangka panjang hancur oleh siklus pemilu 5 tahunan
  • Defisit fiskal kronis menjadi norma
  • Presiden cenderung membelanjakan uang negara demi popularitas

Di Indonesia, hal ini terlihat nyata:

  • Utang naik setiap tahun
  • Defisit struktural tak terkendali
  • Kebijakan berubah tiap rezim
  • Eksekutif terlalu dominan
  • Parlemen menjadi stempel, bukan pengawas

Bukan karena rakyatnya buruk atau pemimpinnya jahat tapi karena sistemnya memang salah desain.

4. Indonesia Tidak Mungkin Stabil dengan Sistem Presidensial

Coba bayangkan perusahaan di mana:

  • Komisaris Utama = Direktur Utama
  • Pembuat aturan = Pelaksana aturan
  • Pengawas = Otoritas yang sama

Perusahaan seperti itu pasti bangkrut.

Negara seperti itu?
Pasti gagal menjalani governance yang sehat.

Indonesia sudah menunjukkan gejala itu:

  • Konsentrasi kekuasaan
  • Ketergantungan pada figur
  • Polarisasi ekstrem
  • Utang membengkak
  • Kebijakan tidak konsisten
  • Pengawasan tidak efektif

Semuanya adalah tanda klasik negara yang dirusak oleh presidensialisme.

Indonesia Gagal Karena Fondasi Sistemnya Salah

Indonesia bukan gagal karena rakyatnya tertinggal.
Indonesia bukan gagal karena pemimpinnya buruk.
Indonesia gagal karena fondasi kekuasaan dibangun dengan desain yang cacat, di mana:

  • Organ No.1 dan No.2 disatukan
  • Pengawasan lemah
  • Kekuasaan terkonsentrasi
  • Ekonomi terjebak dalam populisme fiskal
  • Negara berjalan tanpa institusi penyeimbang

Selama Indonesia bertahan dengan sistem presidensial, selama itu pula negara ini akan terus menjadi arena krisis, bukan pusat kemajuan.

Sebuah bangunan tidak akan pernah kokoh jika pondasinya retak. Dan pondasi Indonesia itu bernama: sistem presidensial.