Berita

IKN di Persimpangan Jalan: Dana Jumbo Rp48,8 Triliun dan Masa Depan yang Tidak Pasti
Berita Terbaru

IKN di Persimpangan Jalan: Dana Jumbo Rp48,8 Triliun dan Masa Depan yang Tidak Pasti

Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi sorotan ketika sejumlah investor dikabarkan menunda komitmen mereka untuk melanjutkan investasi pasca berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo. Padahal, pemerintah di tahun 2025 telah merencanakan mengalokasikan anggaran sebesar Rp48,8 triliun untuk pembangunan tahap lanjutan proyek IKN.

Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan mengenai kepastian keberlanjutan proyek yang menjadi simbol ambisi pembangunan besar-besaran di Indonesia. Megaproyek ibu kota baru tersebut kini seakan terancam mangkrak.

Menanggapi hal itu, anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyampaikan, jika proyek IKN seharusnya tidak bergantung pada figur presiden, melainkan dirancang untuk menjadi kebijakan yang memiliki landasan hukum, transparansi, dan keberlanjutan jangka panjang.

“Proyek IKN ini kan digadang-gadang menjadi simbol kemajuan Indonesia, maka pemerintah harus memastikan bahwa kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas, bukan sekadar kepentingan elite tertentu,” ujarnya

Rinto juga menyoroti alokasi anggaran senilai Rp48,8 triliun untuk IKN pada tahun 2025. Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana tersebut agar tidak menjadi pemborosan tanpa dampak nyata bagi masyarakat.

Pemerintah, dengan gelontoran dana yang besar, harus memastikan bahwa setiap kebijakan memiliki dasar yang kokoh dan independensi politik untuk menopang keberlanjutannya,” kata Rinto.

Pemerintah, menurut Rinto, dengan gelontoran dana yang besar tersebut harus memastikan bahwa setiap kebijakan memiliki dasar yang kokoh dan independensi ke depan untuk menopang keberlanjutannya. Keseimbangan antara investasi asing, partisipasi masyarakat lokal, dan keberlanjutan lingkungan akan menjadi kunci keberhasilan proyek ini, tanpa meninggalkan tanggung jawab terhadap nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara.

“Dalam prinsip kami, keadilan sosial sebagaimana ditegaskan dalam Sila ke-5 Pancasila harus diwujudkan melalui transparansi dan akuntabilitas penuh. Masyarakat berhak tahu sejauh mana anggaran ini berdampak pada kesejahteraan mereka,” imbuhnya.

Rinto menilai, proyek IKN yang terkesan memiliki ketergantungan yang terlalu besar pada inisiatif presiden mencerminkan lemahnya struktur dalam pemerintahan untuk memastikan keberlanjutan kebijakan. Sehingga, megaproyek tersebut seharusnya tidak boleh hanya didorong oleh kepentingan jangka pendek tanpa memikirkan dampak jangka panjang, baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

“Jika proyek ini hanya dirancang untuk mendukung agenda pihak-pihak tertentu, maka nilai-nilai Pancasila akan terkhianati. Sebaliknya, jika direncanakan dengan matang, IKN bisa menjadi wujud nyata keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.

Rinto menekankan perlunya reformasi tata kelola untuk memastikan proyek IKN tidak kehilangan arah di masa depan. Ia merekomendasikan pembentukan lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada rakyat untuk memantau jalannya proyek. Selain itu, ia mendorong dialog yang lebih inklusif, melibatkan masyarakat adat, akademisi, dan pengusaha lokal, agar IKN benar-benar mencerminkan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.

“Kami percaya, musyawarah yang dipimpin dengan hikmat kebijaksanaan adalah kunci dalam membangun kebijakan besar seperti ini. Dengan mengutamakan keterbukaan dan kolaborasi, kita bisa memastikan bahwa proyek ini bukan hanya sekadar ambisi, tetapi juga warisan nyata bagi generasi mendatang,” tandasnya.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, keberlanjutan proyek IKN kini berada di persimpangan jalan. Apakah pemerintah mampu menjawab kritik ini dengan langkah nyata, ataukah proyek ini akan menjadi catatan lain dari kegagalan kebijakan besar di Indonesia? Waktu yang akan menjawab.