Oleh: Dharmawan,SE.SH.MH,BKP,CCL
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara, Praktisi Pajak Indonesia ( P5I ) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
beritax.id - Diskusi Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) Kuasa Hukum Pengadilan Pajak yang akan diselenggarakan pada 19 Juni 2025 menjadi momen krusial. Partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam penyusunan regulasi ini sangatlah penting, terutama mengingat akan adanya transisi Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung (MA) per 1 Januari 2027. RPMK ini tidak hanya harus menjawab kebutuhan saat ini, tetapi juga memiliki pandangan ke depan dan kesiapan untuk menghadapi perubahan struktural yang fundamental di lingkungan peradilan pajak.
Sebagai bentuk kontribusi dalam partisipasi publik ini, berikut adalah beberapa pertanyaan kunci yang dapat diajukan sebagai bahan masukan dalam diskusi RPMK, dengan fokus pada harmonisasi dan persiapan transisi:
Harmonisasi Standar dengan Mahkamah Agung:
Bagaimana RPMK ini secara spesifik merumuskan standar kualifikasi, kode etik, dan persyaratan Kuasa Hukum Pengadilan Pajak agar selaras dan tidak bertentangan dengan potensi peraturan yang akan dikeluarkan oleh Mahkamah Agung di masa mendatang? Apakah ada upaya proaktif untuk mengidentifikasi area-area yang memerlukan harmonisasi mendalam, mengingat waktu transisi yang semakin dekat (1 Januari 2027)?
Kemandirian Profesi Hukum dan Standar Advokat:
Sejauh mana prinsip-prinsip kemandirian profesi hukum dan standar praktik advokat yang berlaku di bawah naungan Mahkamah Agung telah diakomodasi dalam RPMK ini? Bagaimana RPMK ini mencegah potensi tumpang tindih atau inkonsistensi regulasi pasca-transisi, terutama terkait dengan pengaturan profesi advokat secara umum?
Mekanisme Koordinasi dengan Mahkamah Agung:
Mengingat krusialnya transisi, mekanisme konkret apa yang akan ditempuh oleh Kementerian Keuangan untuk berkoordinasi aktif dan berkelanjutan dengan Mahkamah Agung dalam penyusunan RPMK ini? Apakah sudah ada forum atau tim kerja bersama yang dibentuk untuk membahas isu-isu yang relevan pasca-transisi, khususnya terkait kewenangan MA atas profesi hukum?
Validitas Perizinan Pasca-Transisi:
Bagaimana RPMK ini memberikan jaminan kepastian hukum bahwa proses perizinan Kuasa Hukum yang diatur saat ini oleh Kementerian Keuangan akan tetap valid atau dapat dengan mudah diadaptasi setelah Pengadilan Pajak berada di bawah MA? Langkah-langkah apa yang akan diambil untuk meminimalisir dampak negatif bagi Kuasa Hukum yang telah memiliki izin?
Bagaimana Kementerian Keuangan akan memastikan bahwa masukan dari berbagai pemangku kepentingan (misalnya, advokat pajak, akademisi hukum pajak, wajib pajak, organisasi profesi, dan perwakilan MA) dalam forum partisipasi publik ini akan benar-benar dipertimbangkan (right to be considered)? Dan, jika ada masukan yang tidak diadopsi. Bagaimana mekanisme penjelasan alasannya (right to be explained) akan disampaikan, sesuai amanat UU No. 13 Tahun 2022?
Apakah ada rencana yang terstruktur untuk melakukan sosialisasi dan diskusi lanjutan mengenai implementasi RPMK ini setelah ditetapkan. Terutama menjelang dan sesudah transisi ke MA pada 1 Januari 2027, untuk memastikan pemahaman yang menyeluruh dan kelancaran proses transisi?
Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dapat menjadi panduan yang komprehensif dalam diskusi RPMK Kuasa Hukum Pengadilan Pajak. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan tidak hanya responsif terhadap kebutuhan saat ini. Tetapi juga adaptif, visioner, dan siap menghadapi perubahan struktural di lingkungan peradilan pajak yang akan datang.
Semoga masukan ini bermanfaat dalam mewujudkan RPMK yang berkualitas dan berkelanjutan.
Email: [email protected]
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.