Berita

Rusaknya Rakyat: Ketika Kaum Intelektual Tak Peduli, Bak Katak dalam Tempurung
Berita Terbaru

Rusaknya Rakyat: Ketika Kaum Intelektual Tak Peduli, Bak Katak dalam Tempurung

Oleh Rinto Setiyawan – Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Banyak yang menyalahkan rakyat karena menjadi permisif, apatis, bahkan destruktif. Tapi mari kita jujur: kerusakan rakyat tidak pernah terjadi dalam ruang hampa. Ia lahir dari pengabaian dan pembiaran panjang oleh mereka yang mestinya menjadi cahaya peradaban yakni kaum intelektual.

Dalam konteks bangsa, kaum intelektual adalah otak negara. Mereka yang seharusnya menganalisis arah kebijakan, menjadi rambu kritis bagi kekuasaan, dan menjadi penghubung antara ilmu pengetahuan dengan keadilan sosial. Namun sayangnya, sebagian dari mereka hari ini justru lebih memilih diam atau nyaman dalam menara gading akademik.

Seperti katak dalam tempurung, kaum intelektual kita terlalu asyik mengkaji teori di ruang seminar, tapi abai terhadap realitas sosial yang membusuk di luar sana.

Mereka mengkritik rakyat yang malas berpikir, tapi enggan turun menyampaikan gagasan dalam bahasa yang dipahami rakyat.

Mereka mengeluhkan populisme murahan, tapi sendiri tak bersuara ketika negara salah arah. Semua berteriak soal meritokrasi, tapi diam saat kekuasaan membeli suara dengan amplop dan posisi.

Ketika Otak Bangsa Memilih Bungkam

Kebungkaman intelektual adalah pengkhianatan paling sunyi, karena ia melahirkan generasi yang kehilangan kompas. Ketika otak bangsa lebih sibuk menjaga reputasi institusinya daripada menjaga nalar publik, maka yang muncul adalah generasi peniru, bukan pencipta arah.

Sebagian intelektual kita terlalu takut dianggap oposan, terlalu nyaman dengan fasilitas, atau terlalu lelah melawan arus kekuasaan. Tapi bukankah tugas utama kaum terpelajar adalah menjadi pelita di tengah kegelapan, bukan penikmat cahaya dari lilin yang dinyalakan orang lain?

Rakyat Butuh Intelektual yang Turun ke Bumi

Rakyat yang rusak adalah cermin dari bangsa yang kehilangan akal sehat kolektif. Dan akal sehat itu hanya bisa hidup jika kaum intelektual berani menghidupkannya—dengan tulisan, pengajaran, keteladanan, dan keberanian menyampaikan kebenaran meski pahit.

Sudah saatnya para pemikir bangsa keluar dari ruang steril, dari seminar ber-AC, dari jurnal yang hanya dibaca kolega seprofesi. Turunlah ke tengah rakyat, ajari mereka cara berpikir, bukan hanya memberi wacana. Hadirkan ilmu yang membebaskan, bukan yang menjajah. Berikan kritik yang membangun, bukan yang menyalahkan.

Penutup

Kalau rakyat kita hari ini mudah dibohongi, mudah diadu domba, dan mudah rusak, itu karena kaum intelektual terlalu lama diam dan terlalu sibuk mengamankan zona nyamannya sendiri.

Dan jika mereka tidak segera bangun dari tidur panjangnya, maka sejarah akan mencatat: bangsa ini rusak bukan karena rakyatnya bodoh, tapi karena intelektualnya memilih menjadi penonton.