Berita

Purbaya Sindir Media, tapi Keliru Memahami Peran Bendahara dan Kasir Negara
Berita Terbaru

Purbaya Sindir Media, tapi Keliru Memahami Peran Bendahara dan Kasir Negara

Oleh: Rinto Setiyawan, S.H (Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia)

Ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyindir media dengan mengatakan bahwa “jurnalis sekarang mingkem, ekonomi malah tambah lemah”, publik tentu berhak bertanya apakah melemahnya ekonomi disebabkan oleh media… atau justru oleh ketidakmampuan pemerintah menjalankan fungsi fiskal dengan benar?

Pernyataan Purbaya itu muncul dalam sebuah kritik yang diarahkan ke dunia jurnalisme, seolah-olah melemahnya ekonomi adalah akibat dari kurangnya kontrol media. Padahal, dalam waktu yang hampir bersamaan, Purbaya juga menyatakan tidak akan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebuah institusi yang justru sangat dibutuhkan untuk memperbaiki manajemen penerimaan negara dan menyelamatkan fiskal dari kebocoran struktural.

Di sinilah ironi itu muncul:
Purbaya sibuk mengkritik pihak luar, tetapi justru melupakan masalah dasar di dapurnya sendiri ketidakmampuan membedakan fungsi bendahara negara dan fungsi kasir negara, dua hal yang semestinya wajib dipisah dalam tata kelola keuangan publik modern.

Bendahara Bukan Kasir — dan Negara Bukan Minimarket

Dalam standar tata kelola global COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission), INTOSAI (International Organisation of Supreme Audit Institutions), OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) fungsi bendahara dan kasir harus terpisah:

  • Bendahara adalah perencana, pengendali, penjaga, dan pengawas aset negara.
  • Kasir adalah pencatat transaksi harian dan pelaksana operasional penerimaan dan pembayaran.

Purbaya menyatukan dua fungsi ini dalam satu kementerian, tanpa pemisahan lembaga penerimaan negara.
Akibatnya, pemerintah menjadi pelayan publik yang:

menerima uang, memegang kas, mencatat sendiri transaksi, sekaligus mengaudit dirinya sendiri.

Dalam bahasa audit, ini bukan sekadar rawan — ini namanya fraud waiting to happen.

Dan ketika bendahara = kasir, maka:

  • Tidak ada check and balance
  • Tidak ada pemisahan fungsi
  • Tidak ada independensi penerimaan
  • Tidak ada akuntabilitas

Hasilnya jelas: penerimaan lemah, kebocoran besar, dan rakyat yang menjadi majikan kehilangan kendali.

Menkeu Nyindir Media, Tapi Menolak Memperbaiki Sistem

Di satu sisi, Purbaya menyindir media sebagai “mingkem”, seakan-akan kritik yang kurang vokal adalah penyebab ekonomi melemah.
Tetapi di sisi lain, ia menolak pembentukan BPN yang menjadi salah satu program hasil terbaik cepat Prabowo-Gibran, yaitu:

Reformasi sistem penerimaan negara dengan membentuk Badan Penerimaan Negara yang independen.

BPN ini bukan gagasan kosmetik.
Ia lahir karena Indonesia sudah terlalu lama menderita akibat sistem penerimaan yang:

  • campur aduk,
  • tidak terpisah secara institusional,
  • dan dikendalikan satu orang: Menteri Keuangan.

Di banyak negara maju, penerimaan negara dipisah dari pembelanjaannya. Indonesia masih memaksa sistem lama, yang justru membuat kontrol publik lemah.

Alih-alih menjalankan agenda Presiden, Purbaya memilih mempertahankan status quo dan menolak reformasi struktural.
Ironisnya: ia sibuk menyalahkan media, bukannya memperbaiki institusi.

Negara Ini Rumah Rakyat — Bukan Gerai Retail

Jika negara kita diibaratkan rumah, maka:

  • Rakyat adalah pemilik rumah.
  • Pemerintah adalah asisten rumah tangga/pelayan publik.
  • Uang negara adalah uang dapur milik rakyat.

Jika pelayan publik memegang semua uang, mencatat sendiri transaksi, dan mengaudit dirinya sendiri, maka itu bukan rumah, itu minimarket.

Dan jika Menkeu masih menyatukan fungsi bendahara negara dan kasir negara, maka:

pelayan publik mencatat penerimaan sekaligus mengendalikan catatan keuangan, dan ujungnya pasti terjadi fraud.

Ini bukan teori, ini hukum alam dalam manajemen keuangan.

Masalahnya Bukan Media — Masalahnya Sistem Fiskal yang Kacau

Lemahnya ekonomi tidak pernah disebabkan oleh jurnalis yang “mingkem.”
Lemahnya ekonomi lahir dari:

  • sistem penerimaan negara yang bocor,
  • kebijakan fiskal tanpa kontrol,
  • pelayan publik yang memegang dua fungsi sekaligus,
  • dan lemahnya pemisahan lembaga negara dan lembaga pemerintah.

Ketika bendahara = kasir, maka rakyat kehilangan posisi sebagai majikan.
Pemerintah makan dari dapur rakyat, tapi bertindak seperti pemilik restoran.

Dan ketika Menkeu menyalahkan media, ia sedang menutupi kelemahannya sendiri.

Saatnya Menkeu Menyadari Siapa Majikannya

Negara ini bukan milik Menkeu, bukan milik pejabat, bukan milik elite.
Negara ini rumah rakyat.
Dan kalau pelayan rumah lupa siapa majikannya, maka bukan hanya ekonomi yang melemah kepercayaan publik pun runtuh.

Sebelum menyindir media, Purbaya seharusnya bertanya:

Apakah saya sudah mengelola keuangan negara dengan benar?
Atau saya hanya jadi kasir yang mengaku sebagai bendahara?

Karena masalah terbesar negeri ini bukan jurnalis yang diam,
tetapi pelayan publik yang tidak tahu perannya.

Dan selama bendahara dan kasir tetap disatukan, rakyat akan terus membayar harga dari sebuah sistem yang cacat sejak lahir.