beritax.id - Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan individu dan mulai menyadari bahwa kegagalan negara Indonesia hari ini adalah akibat dari kesalahan sistemik dalam desain dan praktik sistem kenegaraan. Negara ini tidak dirusak oleh satu dua orang, tetapi oleh struktur dan cara kerja kekuasaan yang keliru yang telah terlembagakan selama puluhan tahun.
Dalam filosofi Jawa, tubuh negara harus memiliki jiwa (pancer) yang menghidupi semua unsurnya. Jiwa itu adalah rakyat. Tanpa keterhubungan langsung dan harmoni dengan rakyat, pilar-pilar yang lain hanya menjadi alat kekuasaan yang bisu dan tuli.
Keempat pilar itu adalah:
Akibat utama dari keterputusan pilar negara dari rakyat adalah malfungsi kelembagaan. Tidak ada sinergi. Tidak ada orientasi rakyat. Yang ada hanyalah prosedur administratif dan agenda pejabat. Rakyat diposisikan sebagai objek, bukan subjek kekuasaan.
Hal ini tercermin dari tingginya jumlah kasus korupsi di hampir seluruh lembaga tinggi, baik eksekutif, yudikatif, legislatif, maupun lembaga pengawasnya sendiri.
Lembaga Negara | Jumlah Kasus Korupsi |
Kejaksaan | 11 Kasus |
Kementerian | 19 Kasus |
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian | 3 Kasus |
Lembaga Peradilan | 16 Kasus |
Tentara Nasional Indonesia (TNI) | 8 Kasus |
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) | 14 Kasus |
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) | 12 Kasus |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) | 6 Kasus |
Ironisnya, bahkan KPK sebagai lembaga antikorupsi pun tersandung kasus korupsi. Ini menjadi bukti telak bahwa negara telah kehabisan darah etis dan spiritual—karena pilar-pilarnya tidak lagi menyatu dengan rakyat.
Negara harus didesain ulang dengan prinsip:
Bangsa ini tidak akan sembuh dengan ganti orang, tapi dengan mengganti sistem yang busuk dan korup ini.
Negara bukan milik pejabat. Negara adalah milik rakyat.
Kembalikan Indonesia kepada rakyat.
Kembalikan sistem negara kepada jiwa bangsanya.