beritax.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait kedudukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dalam putusan Nomor 34/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan tidak menemukan alasan konstitusional untuk memisahkan DKPP dari Kemendagri.
Permohonan diajukan oleh empat mantan komisioner DKPP, yang meminta agar menjadi lembaga mandiri setara KPU dan Bawaslu. Mereka menganggap keberadaan sekretariat di bawah Kemendagri mengganggu independensi lembaga etik pemilu tersebut.
MK menilai permintaan untuk mengubah nomenklatur “sekretariat” menjadi “sekretariat jenderal” bukan ranah MK. Putusan MK sebelumnya, Nomor 54/PUU-XVIII/2020, dijadikan dasar untuk menolak permintaan itu.
Menanggapi putusan MK ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan kritik tajam. Menurutnya, DKPP adalah benteng etik demokrasi yang seharusnya mandiri secara kelembagaan dan anggaran.
“Etika tak boleh tunduk pada struktur birokrasi. Kalau etik pemilu disetir dari dalam pemerintahan, demokrasi kehilangan rem moral,” tegas Rinto.
Ia menegaskan, pemerintah harus mengatur, melayani, dan melindungi rakyat secara adil, bukan membatasi independensi lembaga etik.
Rinto menilai, keputusan MK justru berisiko menarik lembaga etik kembali ke orbit kekuasaan. “Jika DKPP masih harus lapor ke birokrasi, lalu siapa yang mengawasi etika pemilu?” tanyanya.
Ia menilai keputusan ini menjadi peringatan bagi rakyat. Kedaulatan demokrasi tidak hanya ditentukan saat mencoblos, tetapi juga dalam memastikan pemilu dijalankan secara bermartabat.
Menurut Partai X, setiap lembaga penyelenggara pemilu harus memiliki independensi utuh, baik struktur, anggaran, maupun pengangkatan jabatan internal.
Prinsip ini sejalan dengan sila keempat Pancasila tentang permusyawaratan yang bijaksana dan bertanggung jawab.
Partai X menegaskan, tanpa penjaga etik yang mandiri, pemilu akan terjerumus dalam praktik transaksional. Etika akan menjadi formalitas, bukan penegak moralitas.
Sebagai respons, Partai X menawarkan solusi:
Partai X melalui Sekolah Negarawan melatih calon pemimpin yang menjunjung tinggi integritas pemilu. Di sekolah ini, mereka diajarkan bahwa kemenangan tanpa etika adalah kekalahan dalam sejarah.
Partai X mengingatkan, demokrasi tanpa etika adalah kehancuran yang tertunda. Maka DKPP harus dimandirikan secara struktural, anggaran, dan jabatan. “Kalau etika masih di bawah birokrasi, maka pemilu hanya panggung bagi aktor, bukan pemilik suara,” tutup Rinto.