Berita

Matinya Keadilan: Imbas Struktur Ketatanegaraan Cacat yang Melumpuhkan Nurani Hakim
Berita Terbaru

Matinya Keadilan: Imbas Struktur Ketatanegaraan Cacat yang Melumpuhkan Nurani Hakim

Oleh Rinto Setiyawan – Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

beritax.id - Dalam sistem negara modern yang menjunjung tinggi prinsip trias politica ala Montesquieu, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga cabang yang independen: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hakim sebagai bagian dari yudikatif idealnya berdiri tegak sebagai penjaga konstitusi dan penegak keadilan yang tak dapat diintervensi oleh kekuasaan manapun. Namun, dalam praktiknya, struktur ketatanegaraan kita justru meracuni independensi itu.

Keadilan hari ini semakin terasa asing di ruang pengadilan. Bukan karena hukum tak tertulis, tetapi karena nurani hakim yang lumpuh. Lumpuh oleh struktur negara yang tidak sehat, oleh sistem yang memberi celah besar bagi intervensi kekuasaan, tekanan institusional, dan kepentingan politis yang menyusup dalam bilik sidang.

Hakim adalah Pejabat Pemerintah Yudikatif

Secara struktural, hakim adalah pejabat dalam pemerintahan yudikatif. Tapi pemahaman tentang "pemerintah" inilah yang harus diperjelas. Menurut Partai X, pemerintah adalah sebagian dari rakyat yang diberi amanah oleh seluruh rakyat untuk membuat kebijakan yang menjamin keadilan dan kesejahteraan bersama.

Jika pemerintah adalah rakyat yang diberi mandat, maka hakim juga adalah rakyat, dan ketika struktur negara cacat, hakim adalah bagian dari rakyat yang ikut rusak. Mereka tidak semata menjadi pelaku, tetapi korban dari sistem yang menjauhkan nilai keadilan dari keputusannya sendiri.

Struktur yang Cacat, Keadilan yang Mati

Ketika sistem negara disusun tanpa pondasi nilai yang kuat, maka seluruh cabang kekuasaan hanya akan menjadi alat dari kekuatan politik yang dominan. Yudikatif menjadi boneka. Hakim kehilangan otoritas moral. Nurani mereka dibungkam oleh mekanisme struktural yang menjadikan mereka “robot hukum”, bukan penjaga etika dan kebenaran.

Putusan hukum yang seharusnya lahir dari kombinasi antara teks hukum dan rasa keadilan, berubah menjadi teks kosong yang dibacakan oleh mulut yang takut. Dalam struktur negara yang timpang, hakim bisa dibungkam, diarahkan, bahkan dibunuh karakter dan kariernya jika tidak tunduk.

Keadilan Tak Bisa Dilahirkan dari Sistem yang Rusak

Kita tidak bisa berharap pada hasil yang adil jika sistemnya sendiri tidak dibangun untuk itu. Tidak akan lahir keadilan dari negara yang tidak adil. Sama seperti tidak akan lahir buah manis dari pohon yang akarnya busuk.

Maka, reformasi struktural ketatanegaraan adalah syarat mutlak untuk menyelamatkan keadilan. Bukan sekadar perbaikan UU, tapi perubahan mendasar atas cara kita merancang, mengelola, dan memahami kekuasaan negara.

Penutup: Hakim dan Rakyat Adalah Cermin Satu Sama Lain

Ketika rakyat rusak, jangan hanya salahkan rakyat lihat struktur yang merusaknya.
Ketika hakim kehilangan nurani, jangan langsung tuduh pribadi lihat sistem yang melumpuhkannya.
Hakim adalah rakyat juga, dan jika keadilan mati, maka itu adalah cermin bahwa nurani bangsa ini sedang sekarat.

Jika kita ingin menghidupkan kembali keadilan, maka struktur negara ini harus diubah bukan dengan kosmetik hukum. Tapi dengan perombakan mendalam yang memulihkan kembali kedaulatan rakyat dan nurani pejabat negara.