beritax.id – Pemerintah tampaknya lebih sibuk memperindah dinding sekolah dibanding memperkuat isi kepala generasi muda. Sekolah dicat warna-warni, tapi isi kurikulum semakin menjauh dari akar kebangsaan dan akal sehat publik. Sehingga kebijakan pendidikan belakangan ini tampak lebih mementingkan kosmetika fisik sekolah daripada memperkaya substansi pemikiran siswa, menciptakan sekolah yang cerah di luar namun hampa nilai di dalam. Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menegaskan kondisi ini merupakan kegagalan negara memahami tugas dasarnya.
Menurut Prayogi, negara memiliki tiga tugas utama. “Melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil,” ujarnya. Namun kini, pemerintah justru lebih sibuk mengejar pencitraan melalui program visualisasi sekolah ketimbang memperbaiki substansi pendidikan. Akibatnya, sekolah hanya menjadi etalase, bukan ruang pembentukan akal sehat rakyat.
Dalam salah satu diskusi, Rinto Setiyawan menyatakan bahwa pasca amandemen ketiga UUD 1945, rakyat kehilangan kuasa sebagai pemilik negara. “Kedaulatan rakyat dijalankan oleh Undang-Undang Dasar, bukan lagi oleh rakyat,” kata Rinto. Menurutnya, rakyat hanya diberi peran semu dalam sistem kenegaraan.
Prayogi menambahkan, kebijakan pendidikan hari ini semakin memperlihatkan jarak kekuasaan dengan rakyat. “Kurikulum tidak mengajarkan rakyat sebagai pemilik negara. Justru, generasi diajari menjadi pelayan oligarki,” tegasnya. Dalam sistem sekarang, pejabat dianggap pemilik negara, padahal rakyat adalah raja. Pemerintah hanyalah tenaga kerja rakyat.
Partai X menyatakan bahwa penyebab utama dari rusaknya sistem pendidikan adalah kegagalan mencetak negarawan sejati.
“Negarawan adalah sosok yang bijak, berintegritas, dan ahli dalam ilmu kenegaraan,” terang Prayogi. Namun hari ini, sekolah tak mencetak negarawan. Yang lahir hanyalah birokrat teknokrat tanpa kompas ideologi.
Karena itu, X-Institute mendirikan Sekolah Negarawan sebagai jawaban atas krisis kebangsaan ini. Sekolah ini menanamkan nilai Pancasila, kepemimpinan, dan berpikir kritis. “Kami tidak hanya mengajar, tapi menanamkan kesadaran kebangsaan dan tanggung jawab sejarah,” tambah Prayogi.
Partai X menawarkan solusi solutif berdasarkan prinsipnya. “Negara itu bus, rakyat adalah pemilik, bukan sekadar penumpang,” ujar Prayogi. Ia menegaskan bahwa presiden hanyalah sopir. Jika sopir salah arah, pemilik bus berhak mengganti sopir. Maka sistem negara harus diubah agar rakyat kembali sebagai pemegang kendali.
Solusi Partai X mencakup Amandemen Kelima UUD 1945. Tujuannya agar kedaulatan dikembalikan sepenuhnya ke tangan rakyat. Selain itu, sistem pendidikan politik akan dimasukkan ke dalam kurikulum dasar dan menengah. Tujuannya agar generasi muda tidak lagi menjadi budak sistem, tetapi pelaku perubahan bangsa.
“Jangan lagi sekolah hanya fokus mengejar nilai dan cat dinding. Tapi ajarkan keberanian bersikap,” tegas Prayogi. Sekolah Negarawan menjadi model alternatif pendidikan berkarakter yang mencetak pemimpin rakyat, bukan boneka kekuasaan.
Partai X menegaskan, pendidikan bukan sekadar urusan fasilitas. Ini soal arah bangsa ke depan. Tanpa pendidikan yang mencerdaskan akal sehat dan keberanian, maka negara hanya akan dikuasai segelintir kelompok. “Sekolah bukan tempat memperindah tembok. Tapi tempat menghidupkan keberanian berpikir,” pungkas Prayogi.