Berita

Implementasi Nilai Pancasila dalam Pidato Prabowo Dinilai Gagal
Berita Terbaru

Implementasi Nilai Pancasila dalam Pidato Prabowo Dinilai Gagal

beritax.id – Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya pada peringatan Hari Lahir Pancasila menyerukan agar Pancasila jangan dijadikan mantra. Namun, isinya dinilai tidak menyentuh akar permasalahan dan tidak menunjukkan arah implementasi nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem pemerintahan.

Berdasarkan analisis independen, pidato itu hanya memperoleh skor rata-rata 3 dari 10 dalam konsistensi substansi. Retorika dianggap jauh dari semangat pelembagaan nilai Pancasila dalam kebijakan negara.

Empat Poin Analisis Ungkap Inkonsistensi Substansi Pidato

  1. Klaim Sebagai “Mandataris Rakyat”
    Presiden menyebut dirinya sebagai “mandataris rakyat”. Padahal, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menyatakan pasangan calon presiden diusulkan oleh partai politik. Maka, secara konstitusional, mandat berasal dari partai, bukan langsung dari rakyat.
  2. Pengakuan Banyaknya Korupsi Tanpa Solusi
    Presiden mengakui korupsi dan manipulasi terlalu banyak di tubuh pemerintahan. Namun, tidak disampaikan langkah hukum atau kebijakan sistemik. Solusinya hanya berupa ajakan masyarakat untuk melaporkan lewat gawai.
    masalah.
  3. Tuduhan LSM dan Asing Tanpa Dasar Hukum
    Presiden menuduh LSM asing mengadu domba bangsa. Namun, tidak disertai bukti atau mekanisme hukum. Pernyataan ini bertentangan dengan butir ke-2 dan ke-4 Pancasila yang menjunjung tenggang rasa dan sikap demokratis.
  4. Seruan Pancasila Bukan Mantra Tapi Tanpa Rencana Nyata
    Presiden mengingatkan Pancasila jangan jadi mantra. Namun, pidatonya sendiri tidak menyentuh pelembagaan nilai Pancasila. Tidak ada pembicaraan tentang amandemen, reformasi struktur, atau pembagian kekuasaan.

Partai X: Nilai Pancasila Harus Dijalankan Lewat Sistem, Bukan Mikrofon

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa Pancasila tidak bisa hidup hanya dalam teks pidato. “Kalau tidak ada sistem, nilai-nilai Pancasila hanya jadi pajangan,” ujarnya.

Menurut Rinto, tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil.

Jika pidato hanya berisi klaim tanpa peta jalan, maka negara telah gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya sebagai pelayan rakyat.

Negara Tak Bisa Berlindung di Balik Retorika

Rinto mengingatkan bahwa rakyat adalah raja. Pemerintah tidak berhak menggunakan Pancasila sebagai tameng jika tidak siap mengimplementasikan keadilan sosial dan demokrasi musyawarah. “Kalau rakyat hanya dikasih pidato, lalu tetap miskin dan bingung, maka itu bukan pelayanan,” tegasnya.

Ia juga menilai bahwa penggunaan istilah “mandataris rakyat” tanpa koreksi terhadap sistem pemilu berbasis partai adalah bentuk pembohongan struktural.

Solusi Partai X: Pancasila Harus Dilembagakan, Bukan Diucapkan Saja

Partai X menyiapkan strategi konkret:

  1. Amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan rakyat sepenuhnya.
  2. Pemisahan kepala negara dan kepala pemerintahan agar kekuasaan tidak tumpang tindih.
  3. Pembentukan Dewan Kedaulatan Rakyat sebagai pengawal nilai-nilai musyawarah dan keadilan.
  4. Reformasi DPR, MPR, dan partai politik agar tidak menjadi kartel kuasa.
  5. Integrasi nilai Pancasila dalam sistem anggaran dan pendidikan nasional.

Partai X melalui Sekolah Negarawan membentuk pemimpin yang mampu menjalankan Pancasila dalam sistem, bukan sekadar dalam ucapan. Nilai seperti keadilan sosial, gotong royong, dan demokrasi musyawarah diajarkan dengan dasar ilmu dan kepemimpinan kenegaraan.

Penutup: Pancasila Harus Jadi Sistem Hidup, Bukan Sekadar Hari Peringatan

Rinto menegaskan bahwa Pancasila bukan milik pemerintah, tapi milik rakyat. “Kalau Pancasila hanya keluar setahun sekali, lalu rakyat tetap jadi korban sistem, itu penghinaan terhadap nilai luhur bangsa,” tutupnya.

Untuk berita selengkapnya dapat dibaca melalui beritax.id pada Isi pidato lengkap Prabowo di Hari Lahir Pancasila 2025.